MEDAN (Waspada): Meski sudah keluar surat penetapan eksekusi terhadap tanahnya dari Pengadilan Negeri Medan, Jajuli, 69, warga Jl. Cemara/Jl. Pinus III/Jl Perdata Komplek Keungan, Lingkungan I Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru Kecamatan Medan Timur, akan tetap mempertahankan tanah miliknya seluas 22 m x 29 m2.
Pasalnya, Jajuli bersikeras tidak pernah melakukan jual beli tanah miliknya itu kepada siapa pun, apalagi luas tanah yang akan dieksekusi ukurannya tidak sama dengan ukuran tanah miliknya.
“Saya membeli tanah ini langsung dari pemiliknya Dr Raden Sudiranto pada tahun 1989 dihadapan Notaris Zulfikar dengan ukuran 22 x 29 m2 dan tidak pernah menjual kepada siapa pun,” ujar Jajuli kepada Waspada, Selasa (4/6) didampingi Ketua Forum Umat Islam (FUI) Sumut Amar Makhruf Nahi Mungkar Ustadz Indra Suheri MA.
Dijelaskan Jajuli, dalam surat putusan ekseksui luas tanah yang akan dieksekusi tidak sama dengan luas tanahnya.
“Tanah saya luasnya 22 x29 m2 namun dalam surat putusan eksekusi luasnya 34 x 29 m2 dan merupakan gabungan dari 2 persil. Ironisnya, saat pengukuran ulang, mereka pun tidak tau persis posisi tanahnya,” terang Jajuli.
Senin (2/6) lalu, tambah Jajuli, datang lagi orang yang mengukur tanahnya. “Petugas yang datang kemarin mengukur tanahnya seluas 27 m x 29 m2 sedangkan tanah saya luasnya 22 m2 x 29 m2. Mereka sendiri tak tau luas tanahnya dari mana ke mana. Jadi, kepemilikan tanah mereka penuh tanda tanya,” tutur Jajuli yang juga aktivis FUI SU Amar Makruf Nahi Mungkar ini.
Oleh sebab itu, tambah Jajuli, dirinya tetap mempertahankan hak dan tanah yang memiliki Surat Keterangan Persil Tanah yang dikeluarkan oleh Camat Medan Timur pada 12 Juli 1974 tersebut.
Jajuli menceritakan, permasalahan lahannya itu timbul pada tahun 2005.
Setelah beberapa tahun menguasai dan menghuni rumahnya, tiba-tiba pada tahun 2005 datang pengusaha yang akan melakukan penimbunan di areal tanahnya.
Pengusaha sekaligus pemilik gudang di dekat tanahnya mengklaim memiliki surat atas kepemilikan tanahnya.
“Selanjutnya, pengusaha tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. PN Medan memenangkan gugatan tersebut sehingga saya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung namun lagi-lagi saya dikalahkan,” cerita Jajuli seraya menambahkan pada 2011 lahannya mau dieksekusi namun gagal.
Jajuli juga sudah mencium adanya ketidakadikan dalam kasus ini. Pihak pelapor ada dua kali mendatanginya untuk menyerahkan uang ganti rugi namun ditolaknya karena uang ganti rugi tidak sesuai dengan harga tanah saat ini.
“Sepertinya hukum tegak ke bawah dan bukan tegak ke atas. Saya sadar, saya tidak punya uang banyak dalam masalah ini. Ketidakadilan yang saya rasakan. Saya mohon perlindungan hukum,” kata Jajuli yang pernah mengirim surat perlindungan hukum ke Polrestabes Medan.
Sementara itu, Ketua FUI SU Amar Makhruf Nahi Mungkar Ustadz Indra Suheri akan memberikan advokasi hukum kepada anggotanya.
“Dalam waktu dekat, FUI SU Amar Makhruf Nahi Mungkar akan mengajukan gugatan ke PN Medan. Draftnya masih dikerjakan,” ujar Indra Suheri.(m27)