MEDAN (Waspada): Indonesia Palm Oil Strategi Studies (IPOSS) bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar Bedah Buku dan Diskusi bertajuk Palm Oil Palm Oil Sustainability: Law, Environment & Agriculture Perspective di Aula Prof. Dr. Suhadji Hadibroto FEB USU, Senin (4/11/2024).
Bedah buku dan diskusi sekaligus peluncuran buku berjudul Sawit Anugerah yang perlu Diperjuangkan itu menghadirkan 3 narasumber yakni Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, Pakar Hukum Kehutanan Dr. Sadino, S.H.,M.H dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P. yang merupakan Guru Besar Fakultas Kehutanan USU.
Kegiatan juga menghadirkan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI di Kabinet Indonesia Maju (KIM) pada tahun 2015-2019, Dr. Darmin Nasution, S.E., DEA.
Dalam kesempatan itu, ketiga narasumber sepakat bahwa kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis Indonesia yang telah berkembang menjadi komoditas multidimensional karena terbukti memberikan kontribusi signifikan dalam menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bahkan, keberadaan kelapa sawit dan turunannya termasuk memperkuat necara transaksi perdagangan, meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat petani kelapa sawit serta menunjang ketahanan energi nasional melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Meski demikian, kemajuan industri kelapa sawit Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketidakstabilan harga, efisiensi dan produktivitas pada mata rantai pasok (hulu-menengah-hilir), belum optimalnya hilirisasi produk yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) serta kesalahpahaman mengenai dampak lingkungan dari pengembangan industri sawit baik dari internasional maupun domestik.
Dalam paparannya, para nara sumber mengatakan guna mengatasi berbagai tantangan tersebut diperlukan kolaborasi dan komunikasi yang subtantif, serta advokasi yang efektif secara berkelanjutan antar para pemangku kepentingan agar dihasilkan berbagai kebijakan yang kredibel, terintegrasi, transparan dan kondusif. Sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (sustainable economic growth) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelapa sawit (inklusif).
Darmin Nasution dalam statement closing menyebutkan diterbitkannya buku “Sawit, Anugerah yang Perlu Diperjuangkan” diharapkan dapat membangun kesadaran berbagai pihak bahwa industri yang merupakan salah satu penopang utama ekonomi Indonesia ini patut mendapatkan perhatian berbagai pihak demi keberlangsungannya.
Sebelumnya, bedah buku dan diskusi dibuka Sekretaris USU Prof. Dr. dr. Muhammad Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG(K)-Fer. Prof FIdel berharap melalui kegiatan tersebut bisa memberikan perspektif baru dan mampu memberikan kontribusi dalam merumuskan solusi yang inovatif bagi keberlanjutan industri sawit yang tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga mengedepankan keseimbangan ekologi dan aspek hukum yang mendukung keberlanjutan dalam jangka panjang.

Prof. Yanto Santosa, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB menyampaikan pemilihan judul dalam buku ini sangat tepat sekali. Bahwa benar adanya kelapa sawit saat ini menjadi anugerah dalam sektor ekonomi di Indonesia.
Namun, dikatakannya, hingga saat ini tanaman sawit menjadi perdebatan dan menjadi anak tiri di negeri ini. “Ada beberapa isu yang saat ini berkembang mengenai tanaman kelapa sawit. Sawit dianggap sebagai tanaman yang merusak lingkungan karena menyerap air sangat tinggi. Sebagai tanaman terbesar mendeforestasi lahan hutan di Indonesia,” ujarnya.
Padahal, jelasnya, banyak pemahaman yang salah terhadap beberapa isu berkembang tersebut. Banyak lahan sawit yang dibuka harus dibedakan antara degradasi hutan dan deforestasi. “Jadi harus dibedakan antara degradasi dan deforestasi. Karena fungsinya (hutan) tidak berubah setelah menjadi kebun sawit,” ungkapnya.
Dr. Sadino, Pakar Hukum Kehutanan mengatakan bahwa sawit saat ini tidak memiliki aturan yang membelanya. Padahal dikatakannya, saat ini Indonesia tanpa sawit mau jadi apa? Faktanya pemasukan pajak terbesar saat ini adalah sawit.
“Kalau masalah lingkungan, semua ada dampaknya. Tapi kontribusi sawit saat ini tidak bisa digantikan, namunregulasi sawit saat ini tidak ada, masih tidak diakui oleh negara,” ungkapnya.
Regulasi saat ini sangat tidak berpihak pada sawit, pertanian sawit seperti hendak dihanguskan padahal dikatakannya belum ada subtitusi yang mengatur. “Padahal secara sustainability sawit memberi keberlanjutan yang jelas,” katanya.
Dalam buku tersebut menyimpulkan bahwa Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas andalan utama Indonesia karena memiliki peran multidimensi dalam perekonomian nasional dan mampu menyerap 16,2 juta pekerja baik secara langsung maupun tidak langsung (Siregar, 2022).
Kelapa sawit dan produk turunannya bahkan menjadi salah satu penyumbang utama ekspor dan penerimaan devisa negara. Kini, kelapa sawit pun sudah semakin diakui sebagai sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dikenal ramah lingkungan dan rendah emisi dibandingkan sumber energi dari fosil.
Prof Abdul Rauf Guru Besar Fakultas Kehutanan USU menyampaikan berdasarkan penilaian yang dilakukannya bersama mahasiswa bahwa tanah hasil tanaman sawit lebih baik daripada lahan bekas tanaman karet.
“Lahan yang tidak bisa tumbuh tanaman lain tetapi sawit berhasil tumbuh disana. Ada sejumlah lahan yang tadinya semak tidak bisa ditumbuhi tanaman lain, kini berfungsi, hanya butuh lebih besar pengelolaannya saja,” ungkapnya.
Hasil dari penelitian juga, Prof Abdul mengatakan disamping tanaman utama sawit, bisa disandingkan dengan tanaman lainnya seperti Kakao, Pinang, Jabon dan pohon lainnya. (m18)











