Medan

Sidang Prapid Hendra Syahdani Dengarkan Keterangan Saksi Ahli

Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Sidang permohonan praperadilan pidana (Prapid) yang diajukan Hendra Syahdani, SH, MKn terhadap Kapolri Cq Kapolda Sumut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan Ruang Cakra 3, Jumat (22/9) pukul 09:30 WIB.

Dalam persidangan itu, Pemohon praperadilan menghadirkan saksi ahli dari Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan Dr Khomaini, SE, SH, MIH.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Saksi ahli menjelaskan, permohonan praperadilan yang kedua kalinya mengenai penetapan tersangka tidak dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem.

“Permohonan praperadilan yang kedua kalinya mengenai penetapan tersangka tidak dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem karena belum menyangkut pokok perkara,” sebut Dr Khomaini kepada wartawan.

Pada sidang dipimpin hakim tunggal itu, Dr Khomaini, SE, SH, MH yang juga dosen program Studi Ilmu Hukum dan Magister Ilmu Hukum UPMI Medan menegaskan, tidak boleh suatu perkara yang sama yang sudah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya oleh Pengadilan.

Menurutnya, asas ne bis in idem adalah asas yang mengatur tentang, bahwa seseorang tidak dapat dituntut sekali lagi atas perbuatan atau peristiwa yang baginya telah diputuskan oleh hakim.

Asas ini merupakan salah satu bentuk penegakan hukum bagi terdakwa dalam menciptakan kepastian hukum.

Pentingnya perlindungan terdakwa dari kepastian hukum dikaitkan terhadap asas ne bis in idem mendapat perhatian yang serius.

Di sisi lain, putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 menambahkan, objek praperadilan dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP, sehingga objek praperadilan diperluas, yaitu termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan.

“Jadi dapat dikatakan bahwa objek praperadilan adalah membahas tentang formil hukum acara, bukan berbicara mengenai pokok perkara,” sebutnya.

Dalam persidangan ini kuasa Pemohon menanyakan kepada ahli bagaimana seseorang bisa dikatakan sebagai tersangka. Dalam kesempatan itu, ahli mengatakan, penetapan seseorang sebagai tersangka tidak semudah membalikkan telapak tangan dan tidak semudah yang kita bayangkan.

Penetapan tersangka diawali dengan sebuah peristiwa pidana dimulai dari proses penyelidikan, dimana penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut yang diatur dalam Undang- undang.

“Dan ketika diketahui ada peristiwa pidananya maka ditingkatkan kepada tahap penyidikan, yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya,” sebutnya.

Proses ini kata dia, merupakan hal yang wajib dilalui oleh aparat penegak hukum dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Dalam kasus-kasus tertentu bisa saja seseorang langsung ditetapkan sebagai tersangka misalnya tertangkap tangan.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 dimaknai minimal 2 alat bukti untuk menetapkan seseorang tersebut sebagai tersangka. “Tentunya ketika kita berbicara mengenai alat bukti secara limitatif alat bukti tersebut diatur dalam pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, surat dan bukti petunjuk.

Sebelumnya, dalam permohonan praperadilan, Hendra Syahdani, SH, MKn melalui kuasa hukumnya mengajukan ke PN Medan atas penetapan tersangka berdasarkan laporan polisi No: LP/B/1621/IX/2022/SPKT/ Poldasu tertanggal 9 September 2022 atas nama pelapor Amwizar.

Dalam laporan tersebut diketahui, awalnya Pemohon bukanlah sebagai Terlapor utama. Bahwa surat-surat pemanggilan kepada diri Pemohon di atas, menunjukkan Pemohon telah dipanggil Termohon untuk dimintai keterangannya sebagai saksi terhadap Laporan Polisi No: LP/B/1621/IX/2022/SPKT/Poldasu tertanggal 9 September 2022 atas nama pelapor Amwizar, SH, MH, dan pemanggilan itu bukan diperuntukkan pemanggilan Pemohon sebagai Terlapor maupun calon tersangka;

Setelah itu, tiba-tiba tanpa alasan jelas, Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka, sebagaimana surat Keputusan No: SP. Status/221/VII/2023/Ditreskrimum tentang penetapan status tersangka atas nama Hendra Syahdani, (ic. Pemohon), yang dikeluarkan termohon tertanggal 10 Juli 2023.

“Padahal, Pemohon tidak pernah dipanggil dan/atau diperiksa sebagai terlapor maupun tersangka,” ujarnya.(m10)

Teks

Saksi Ahli Dr Khomaini

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE