Scroll Untuk Membaca

Medan

Siswa Terjerat Judol Pinjol Bukan Gagalnya Sistem Pendidikan

Siswa Terjerat Judol Pinjol Bukan Gagalnya Sistem Pendidikan
Penggiat dan Pengamat Pendidikan Sumut, H.Ali Nurdin MA. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Penggiat dan Pengamat Pendidikan Sumut, H.Ali Nurdin MA, Senin (27/10/2025) menyebutkan, kasus siswa terjerat judi online (judol) dan pinjaman online(pinjol)  tidak bisa serta merta menyalahkan kegagalan sistem pendidikan.

Menurutnya, setiap saat pemerintah berupaya memperbaiki sistem pendidikan melalui kebijakan menteri menteri pada masa kepemimpinan presiden di masa lalu maupun saat ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Yang rusak itu bukan sistem nya tapi boleh jadi regulasi tentang penggunaan digitalisasi yang lepas kendali. Siswa dan generasi muda itu bermain pinjol dan judol karena ada aplikasi,”ujar Ali Nurdin.

Lanjutnya, pengawasan terhadap aplikasi ini bahkan sistem jaringan judol dan pinjol ini bisa ditutup. Ini kewenangan menteri infokmdigi.

“Kalau dikatakan kurangnya pengawasan guru dan pihak sekolah saya jadi  kurang sepaham, sebab umumnya anak anak itu bermain judol dan transaksi pinjol, dilakukan di luar jam belajar dan di luar lingkungan sekolah,” ujarnya.

Faktor penyebab lain yang dapat merumuskan siswa dalam praktek judi online, pinjaman onlin bahkan game online lemahnya kontrol orang tua. Banyak orang tua yang tidak peduli terhadap hp anak anaknya, yang penting bagi orang tua anak sudah dibelikan hp, untuk selanjutnya terserah pada anak.

Inilah faktor penyebab anak dengan leluasa berselancar di dunia maya sampai terlena pada situs dan program program pornografi, judi, dan lain lain. Bahkan terkadang uang SPP tidak dibayarkan ke sekolah tapi habis digunakan beli paket,  game online dan judi online dan lain lain

“Saran saya pihak Menkoinfokomdigi wajib mensortir dan menutup situs situs judi online dan pinjol,”ujarnya.

Kemudian Dinas Pendidikan harus menetapkan aturan ketat dan rinci tentang  penggunaan hp di sekolah beserta konsekuensinya.

Jika memang hp merupakan keharusan di sekolah sebagai salah satu media atau sumber belajar maka paling tidak dua minggu sekali wajib  diperiksa isi dan konten konten hp siswa siswi itu oleh pihak sekolah maupun orang tua.

“Karena tidak jarang hp mereka sengaja mereka kunci karena takut terbongkar rahasia rahasia mereka,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang siswa SMP di Kokap, Kulon Progo, DI. Yogyakarta tidak masuk sekolah selama satu bulan karena malu terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut kasus ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan.

“Kasus ini sangat memprihatinkan karena menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dan pengasuhan karakter, jadi bukan hanya kegagalan individu. karena fenomena ini menimpa banyak anak, tidak hanya yang viral ini,” ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji.(id18)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE