MEDAN (Waspada.id): Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) dan peneliti di Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara (Sumut) membongkar ketidakjujuran politik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) yang sudah terlalu jauh dibiarkan. Sebab, polemik anggaran bencana Sumatera Utara bukan lagi perdebatan teknis.
‘’Ini sudah menjadi masalah integritas, masalah kepemimpinan, dan masalah siapa sebenarnya yang sedang berbohong kepada rakyat,’’ ungkap Direktur Eksekutif SMI, Christian Redison Simarmata didampingi peneliti di Fitra Sumut juga badan pendiri perkumpulan SMI, Elfenda Ananda kepada wartawan di Medan, Kamis (11/12/2025).
Berdasarkan fakta yang ada, mereka curiga Gubernur Sumut Bobby Nasution salah bicara atau sedang menyembunyikan fakta.
Sehari sebeumnya disejumlah media, Gubernur Sumut, Bobby Nasution membantah telah memangkas atau memotong anggaran bencana tahun 2025.
Bobby menyebut anggaran bencana yang disahkan bersama DRPD Sumut yakni sebesar Rp123 miliar dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2025.
‘’Silahkan dilihat dari R-APBD 2025, kalau dibilang di awal angkanya Rp800 miliar (lebih), bukannya dari R-APBD yang disahkan bersama-sama dengan DRPD itu angkanya Rp123 miliar,” ucapnya, Rabu (10/12/2025).
Menurut Bobby kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat yang dijalankan pada tahun 2025 ini cukup berpengaruh pada anggaran penanganan bencana di daerah.
‘’Sesuai dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 kan kita ada efesiensi, kita disuruh efesiensi, kita efisiensikan. Nah pertanyaannya efisiensi uangnya ditaruh dimana, kan enggak mungkin enggak kita cantumkan,’’ cetusnya.
Bobby menambahkan anggaran yang mengalami efisiensi dipindahkan ke Belanja Tak Terduga (BTT) yang juga digunakan untuk pembayaran bonus Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) tahun 2024.
‘’Diletaklah uangnya di BTT, tapi sebelumnya kita lihat dulu ya, BTT yang dianggarkan dari awal itu sudah digunakan untuk PON, pembayaran atlet yang saat itu tidak semua dialokasikan, baik bonus atlet PON maupun Peparnas,’’ sebutnya.
Tak hanya itu, tambah Bobby, ada juga BTT yang digunakan untuk perbaikan infrastruktur di Nias Barat, yang sebelumnya juga tidak dialokasikan di APBD.
‘’Lalu untuk Nias Barat, yang jembatannya terputus itu menggunakan BTT juga, karena tidak dianggarkan sebelumnya, jadi Rp800 miliar itu kalau mau dilihat dari RAPBD silakan buka, berapa angkanya itu saya rasa,’’ ucapnya.
Dalam hal ini perkumpulan SMI dan Fitra Sumut menilai angka awalnya hanya Rp123 miliar, namun tidak membuka pergeseran anggaran perubahan kedua yakni pergub nomor 7 tahun 2025. Pernyataan itu patah seketika ketika Pergub Sumut Nomor 7 Tahun 2025 menunjukkan angka BTT Rp843 miliar.
Dokumen resmi, ditandatangani pemerintah Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni pada tanggal 10 Februari 2025 yang diundangkan dalam Berita Daerah.
Jadi mari kita tanya dengan jujur, kata Elfenda Ananda dan Christian Redison Simarmata: Apakah Gubernur tidak membaca dokumen yang dikeluarkan pemerintahnya sendiri? Atau lebih serius lagi: Apakah Gubernur sengaja menyembunyikan angka Rp843 miliar dari publik?
‘’Tidak ada ruang abu-abu di sini. Ini bukan salah sebut. Ini juga bukan komunikasi yang belum lengkap. Namun ini sebuah kontradiksi telanjang antara pernyataan dan dokumen hukum,’’ ungkap Elfenda Ananda.
Di dunia pemerintahan, tegasnya, itu disebut satu hal, yakni ketidakjujuran.
Elfenda menyebut, tujuh kali pergeseran anggaran yang disembunyikan dari publik dan ditemukan bahwa BTT bergeser tujuh kali serta tujuh kali pergantian angka tanpa penjelasan ke masyarakat.
Di bawah Pj Gubsu Agus Fatoni, angka ditetapkan Rp843 miliar. Begitu polemik muncul, kata Efenda, angka itu hilang, diganti dengan klaim Rp123 miliar dalam APBD Murni 2025.
‘’Selisih Rp720 miliar bukan recehan. Itu bukan salah ketik. Itu bukan lupa. Itu upaya mengaburkan informasi,’’ tegasnya.
Elfenda pun menyebut jika angka Rp843 miliar memang sah, mengapa pemerintah tiba-tiba berpura-pura tidak tahu?
Dalam situasi bencana, kata Elfenda, Pemprovsu justru menyesatkan publik. Sumut dan Aceh sedang dilanda bencana besar. Rakyat kehilangan rumah, harta, bahkan anggota keluarga.
‘’Tapi apa yang pemerintah lakukan? Bukannya memberi kepastian, Pemprovsu justru memberikan data yang tidak sinkron, narasi yang berubah-ubah, dan jawaban yang tidak berdasarkan dokumen. Ini bukan ketidaktahuan. Ini kelalaian politik yang berdampak pada keselamatan rakyat,’’ tandasnya.
Elfenda menyebut pernyataan Pemrovsu yang tidak akurat bukan hanya memalukan, itu merendahkan rasa duka masyarakat.
Pertanyaan yang tidak bisa lagi dihindari, kata Elfenda: kemana dialihkan duit ratusan miliar itu?
Jika Pergub No.7 tahun 2025 menetapkan Rp843 miliar, siapa yang merubah angka itu? ‘’Siapa yang mengubahnya, atas dasar apa dan kemana selisih Rp720 miliar itu diarahkan? Untuk apa dipakai? Dan mengapa Pemprovsu bungkam sampai dokumennya ditemukan publik sendiri?,’’ ucapnya.
Elfenda menyebut ini bukan tuduhan. Ini pertanyaan logis berdasarkan bukti tertulis. ‘’Jika ada realokasi, tunjukkan berita acaranya, publikasikan Pergub revisinya, jangan bersembunyi di balik konferensi pers yang justru menyesatkan,’’ ungkapnya.
Transparansi bukan slogan, itu merupakan kewajiban hukum. ‘’Kita sudah terlalu sering mendengar Pemprovsu bicara tentang transparansi. Tapi ketika ditanya soal anggaran bencana, mereka seperti tiba-tiba kehilangan ingatan,’’ cetusnya.
Elfenda Kembali menegaskan: ketika pernyataan politik bertolak belakang dengan dokumen resmi, itu bukan sekadar masalah administrasi. Itu tanda adanya kebutaan data, atau lebih buruk lagi, kehendak menutupi fakta.
“Untuk itu kami minta Gubernur Sumut Bobby Nasution harus menjawab, bukan berkilah. ‘’Cukup sudah. Rakyat tidak butuh bantahan yang kontradiktif. Rakyat butuh penjelasan. Jawab hal yang paling sederhana: Mengapa Pergub Nomor 7 Tahun 2025 tidak dijelaskan ke publik? Mengapa data APBD Murni tiba-tiba digunakan untuk membantah angka Rp843 miliar?,’’ cetusnya.
Elfenda pun menanyakan: siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya konsistensi data di tubuh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?. Sebuah pemerintahan yang tidak mampu menjelaskan anggarannya sendiri adalah pemerintahan yang harus dipertanyakan moral politiknya.
Jika ada yang ditutup-tutupi, tegas Elfenda, bahwa polemik ini tidak akan berhenti sampai semua data dibuka ke publik.
Mengenai anggaran di BTT dipakai untuk pembayaran bonus atlet PON dan Paralimpik serta untuk Pembangunan infrastruktur di Nias Barat Adalah kesalahan besar.
‘’Ini fatal dan menunjukkan tidak adanya basis data pemerintahan Bobby Nasution yang kuat. Tidak punya dasar perencanaan dan tata kelola anggarannya tidak benar. Kalau bonus atlet PON maupun Paralimpik itu sudah jelas dianggarkan jauh sebelumnya seperti di Dinas Pemuda dan Olahraga dan pembangunan insfraktruktur di Nias Barat tentunya dianggarkan di Dinas PUPR Sumut. Faktanya?,’’ tandas Elfenda.(id96)











