Soal Usia Capres-Cawapres, Anggota DPRD Sumut Rudy Hermanto: Putusan MK Terlalu Dipaksakan

  • Bagikan
ANGGOTA DPRD Sumut Rudy Hermanto. Waspada/Partono Budy
ANGGOTA DPRD Sumut Rudy Hermanto. Waspada/Partono Budy

MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Rudy Hermanto (foto) berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait warga belum berusia di bawah 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, terkesan dipaksakan dan terburu-buru.

“Putusan (MK) itu juga membuat masyarakat tidak lega, dan kental beraroma yang tidak sehat,” kata Rudy kepada Waspada di Medan, Selasa (17/10).

Anggota dewan Fraksi PDI-P itu, merespon putusan MK yang mengabulkan gugatan perkara No 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin 16 Oktober lalu.

MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Putusan tersebut disambut kritik, bahkan bernada negatif di seluruh Indonesia, yang disampaikan di ruang publik, termasuk media sosial.

Senada, Rudy Hermanto menyebutkan, putusan tersebut telah menggiring opini yang mengait-ngaitkan hubungan kekeluargaan di antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi.

“Kita tidak boleh souzon memang, tetapi faktanya kita melihat ada sesuatu menurut saya putusan MK terkesan dipaksakan dan terburu-buru,” ujarnya.

Dipaksakan karena proses pengambilan putusan terlalu cepat tanpa proses akademik dan survei terkait usia seorang capres atau cawapres, dan diambil dengan putusan 4 hakim konstitusi memberikan alasan berbeda atau concurring opinion, dan 5 hakim setuju.

“Nah soal buru-buru terlihat dari proses pengambilan putusan yang diduga akan berlangsungnya Pemilihan Umum tahun 2024 mendatang,” katanya.

Survei Akademik

Menurut Rudy, sebaiknya MK melakukan survei akademik, dan pendapat dari berbagai kalangan dan referensi dari negara-negara di dunia yang presidennya atau kepala pemerintahannya berusia di bawah 40 tahun.

“Ada memang di Prancis, presidennya Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron berusia 45 tahun, tapi di sana kan tingkat sosial masyarakatnya berbeda. Kita bukan tidak percaya capres atau cawapres muda hasil putusan MK maju jadi pemimpin, tetapi kalau terjadi sesuatu, sejarah jadi ternoda,” ujar Rudy.

Sebaiknya, sebut Rudy, MK menunggu sampai pemilu 2029 guna memberi ruang kepada semua pihak, kepada penduduk Indonesia, agar putusan yang diambil benar-benar mewujudkan demokrasi yang baik.

Rudy juga mengutarakan keheranannya dengan pemasangan spanduk atas nama seorang calon pemimpin, yang sudah terpasang, yang sepertinya sudah bisa menebak hasil putusan MK terkait batasan usia seorang capres atau cawapres.

“Ini soal nasib kebangsaan kita, jangan torehkan noda hitam dalam sejarah, karenanya kita wajar berpikir apakah putusan MK bisa membuat Indonesia sejahtera,” pungkas Rudy. (cpb)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *