Scroll Untuk Membaca

Medan

Tak Wajib Sarjana, Tapi Bukan Berarti Pendidikan Tak Penting

Tak Wajib Sarjana, Tapi Bukan Berarti Pendidikan Tak Penting
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Farid Wajdi selaku Founder Ethics of Care/Anggota Komisi Yudisial 2015-2020, menyoroti Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan soal syarat pendidikan minimal calon presiden dan wakil presiden menjadi S-1, kembali membuka diskusi penting tentang makna kepemimpinan dalam negara demokrasi.

Hal itu dikatakan Farid, Sabtu (19/7), dan menambahkan bahwa putusan ini menegaskan bahwa pendidikan tinggi bukan satu-satunya tolok ukur kapasitas seseorang untuk memimpin negara. Namun, di sisi lain, tidak serta-merta berarti pendidikan menjadi tak bernilai.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu—yang hanya mensyaratkan minimal pendidikan setingkat SMA atau sederajat—masih sesuai dengan prinsip konstitusi.

Membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri hanya karena faktor ijazah akademis dinilai berpotensi diskriminatif. Dalam sistem demokrasi, prinsip inklusivitas harus dijaga, bukan dipersempit.

Pernyataan sebagian legislator yang menyebut bahwa “negara maju pun tidak mewajibkan capresnya berpendidikan tinggi” memang benar adanya. Di Amerika Serikat, misalnya, tidak ada persyaratan akademik untuk menjadi presiden.

Namun penting dicatat, sistem sosial dan politik di negara-negara tersebut telah memiliki mekanisme seleksi alami yang kuat—baik melalui partai politik, opini publik, maupun rekam jejak kepemimpinan.

Di sinilah titik krusial dari persoalan ini. Bahwa pendidikan tinggi bukan satu-satunya ukuran kecakapan kepemimpinan, benar adanya. Namun menihilkan peran pendidikan dalam mencetak pemimpin yang cakap juga merupakan kekeliruan fatal.

Dunia politik membutuhkan pemimpin yang tidak hanya piawai berbicara, tetapi juga memahami kompleksitas persoalan bangsa.

Kemampuan analisis, manajemen kebijakan publik, komunikasi lintas sektoral—semuanya diperkuat oleh pendidikan yang baik, formal maupun nonformal.

Maka menjadi keliru ketika muncul reaksi miring di tengah masyarakat, seperti anggapan “kalau begitu, buat apa kuliah?” Narasi semacam ini justru menunjukkan ketidaktahuan terhadap hakikat pendidikan itu sendiri.

Perluasan Wawasan

Pendidikan bukan semata soal gelar, tapi tentang perluasan wawasan, pelatihan berpikir sistematis, dan pembentukan karakter. Tidak semua pemimpin harus sarjana, tapi hampir semua pemimpin hebat lahir dari semangat belajar yang terus-menerus—baik lewat bangku kuliah maupun pengalaman hidup.

Putusan MK tidak sedang menurunkan standar kepemimpinan, melainkan menjaga agar peluang politik tetap terbuka bagi siapa pun.

Bahwa menjadi pemimpin nasional bukan hak eksklusif segelintir elite akademik, melainkan hak konstitusional setiap warga negara yang memenuhi syarat. Tetapi rakyat sebagai pemilih tetap punya hak untuk memilih calon yang paling layak berdasarkan kompetensi, integritas, dan rekam jejak.

Di sinilah pentingnya membangun kesadaran politik publik. Pendidikan masyarakat harus ditingkatkan agar mampu menilai kualitas calon pemimpin secara lebih objektif—bukan sekadar berdasarkan ijazah, tetapi juga atas dasar visi, keberpihakan pada rakyat, serta kapasitas manajerial.

Publik tidak boleh terjebak pada dikotomi sempit: antara sarjana dan bukan sarjana. Yang diperlukan bangsa ini adalah pemimpin yang mau belajar, mampu mendengar, dan sanggup menavigasi kapal besar bernama Indonesia di tengah ombak globalisasi yang kian deras.

Karena itu, sepatutunya tetap menjaga semangat demokrasi yang inklusif tanpa mengabaikan pentingnya mutu kepemimpinan. Pendidikan tetaplah jalan panjang menuju peradaban. Dan bangsa besar adalah bangsa yang memuliakan belajar, kapan pun, di mana pun, dalam bentuk apa pun.(m22)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE