Scroll Untuk Membaca

MedanNusantara

TBS Kelapa Sawit Seminggu Pasca Pencabutan Larangan Ekspor CPO

Kecil Besar
14px

MEDAN,( Waspada); Pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah mulai dari 28 April 2022 (diumumkan 22 April) dampaknya hingga hari ini masih menuai kekecewaan di tingkat petani. Bagaimana tidak, keputusan yang diambil setelah kebijakan DPO dan DMO tidak efektif ini, yang seharusnya diharapkan bisa menormalisasi salah satu kebutuhan sembako yaitu minyak goreng ini, bahkan belum efektif dari sisi harga yang ditargetkan oleh pemerintah sekitar Rp.14 ribu per liter, namun cukup membantu dari sisi suplly setidaknya pada periode festive (Lebaran) tahun 2022.
Kemudian pada Kamis 19 Mei lalu, pemerintah mengumumkan pencabutan larangan ekspor CPO terhitung efektif mulai Senin 23 Mei 2022. Sekilas pemberitaan ini sontak membuat sumringah para pelaku industri kelapa sawit dan petani yang diperkirakan sekurang-kurangnya 17 juta jiwa. 

Namun hari ini setelah 10 hari efektif pencabutan tersebut, harga TBS di level petani masih urung menaik signifikan yaitu sekitar Rp1.300 – Rp1.700/kg, di bawah biaya produksi yang diperhitungkan sekitar Rp.1.800/kg. Ini berarti petani masih merugi.
Muncul pertanyaan, kenapa demikian?
Jika ditilik lebih dalam, ada beberapa faktor yang menjadi kemungkinan penyebab kejanggalan tersebut. Mulai dari penerapan regulasi ekspor (PE) yang terlambat atau memakan waktu mengingat adanya Permendag baru sebagai pelengkap kebijaksanaan, bisa saja beberapa Buyer (eksportir) sudah terikat kontrak dengan Supplier (Importir) dari negara lain atau bahkan butuh kurun waktu yang seolah-olah dibutuhkan untuk normalisasi stok CPO baik di level PKS atau tangki timbun ekportir yang banyak penuh selama periode larangan ekspor. Semoga situasi segera kembali ke kondisi normal layaknya di negara lain seperti Malaysia yang sesuai informasi harga TBS sudah mecapai Rp.5.500/kg dan CPO Rp.20.500/lt.
Dari kondisi ini, kita harus mengambil learning atau pembelajaran menngingat ada 2 kepentingan besar pasar terhadap produk ini yaitu sebagai ENERGI dan PANGAN. Apalagi sejak lama sudah ditetapkan menjadi satu dari sembilan bahan pokok, “SEMBAKO”. Yang pertama, sebagai langkah jangka pendek bagaimana pemerintah pusat maupun daerah/sektor yang terkait melakukan percepatan regulasi dan administrasi proses ekspor CPO paralen dengan pendisiplinan harga TBS yang tidak hanya dengan mengeluarkan “harga acuan” namun juga memonitor sampai pada realisasi/ penerapan di tingkat petani. Kedua, langkah antisipatif jangka panjang, bagaimana pemerintah pusat/daerah harus lebih involve (ambil bagian) di industry ini khususnya yang menjadi sentra produksi agar lebih terlibat mulai dari sektor hulu (Kebun), pengolahan (PKS) sampai dengan hilir (Refinary dan lainnya) atau produk konsumsi , bisa saja dengan cara melalui BUMDES BERSAMA atau BUMD. Learning ketiga yaitu, bagaimana ke depan pemerintah harus lebih hati-hati dalam membuat kebijakan strategis baik yang bersifat tempor apalagi yang baku atau permanen karena memiliki dampak sistemik dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk melakukan recovery atau normalisasi.
Pun demikian, sebagai petani, pekerja atau pelaku usaha terkait, kita wajib memiliki rasa optimis dan menjunjung nilai trust atau percaya kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan, bahwa apapun kebijakan yang diambil seyogianya pasti yang terbaik dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Wallahu’alam.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

TBS Kelapa Sawit Seminggu Pasca Pencabutan Larangan Ekspor CPO

IKLAN
TBS Kelapa Sawit Seminggu Pasca Pencabutan Larangan Ekspor CPO

Moris Sarkawi Harahap
(Ketua KADIN Kab. Padang Lawas)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE