MEDAN (Waspada): Guna melengkapi reformasi kepolisian, sangat perlu mendukung tilang
Electronic Traffic Law Enforvement (ETLE). Hal itu disampaikan Farid Wajdi selaku Founder Ethics of Care, Minggu (23/10).
Menurutnya, instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memerintahkan jajaran Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk tidak lagi melakukan penilangan secara manual, patut diapresiasi dan didukung.
Instruksi larangan menggelar tilang secara manual tersebut dimuat dalam surat telegram Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022, per tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani oleh Kakorlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi atas nama Kapolri.
Ditambahkannya, sekadar informasi, salah satu isi telegram itu mengatur agar jajaran Korlantas memaksimalkan penindakan melalui tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforvement (ETLE), baik statis maupun mobile.
Penindakan pelanggaran lalu lintas tidak menggunakan tilang manual. Namun hanya dengan menggunakan ETLE baik statis maupun mobile dan dengan melaksanakan teguran kepada pelanggar lalu lintas.
Dalam telegram itu, polisi lalu lintas (Polantas) diminta untuk memberikan pelayanan prima.
Mereka juga perlu menerapkan 3S (senyum, sapa, dan salam) saat memberikan pelayanan, mulai dari sentra loket Samsat, Satpas, penanganan kecelakaan lalu lintas, hingga pelanggaran lalu lintas.
Lebih lanjut, jajaran Korlantas juga diminta agar menghadirkan seluruh anggota Polantas di lapangan dengan melaksanakan kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, dan Patroli (Turjawali), khususnya di lokasi blackspot dan troublespot.
Selain itu, Kapolri pun meminta Korlantas melaksanakan kegiatan, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmas Lantas) untuk meningkatkan keamanan, keselamatan ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas) serta mencegah terjadinya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
Kapolri juga meminta jajarannya untuk senantiasa melaksanakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan dan profesionalisme anggota Polantas dalam melaksanakan tugas Polri di fungsi lantas.
Tak hanya itu, personel Korlantas juga diminta bersikap profesional dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
Mereka diminta untuk transparan dan prosedural tanpa memihak kepada salahsatu yang berperkara guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.
Bagian Reformasi
Kata Farid, sesungguhnya substansi instruksi tersebut adalah bagian kecil dari reformasi kepolisian yang diminta publik terkait dengan rentetan peristiwa yang mendera institusi kepolisian.
Tentu masih ada kasus lain yang sebenarnya sudah lama dicatat publik. Mulai dari penanganan kasus, pola rekrutmen, gaya hidup mewah, atau friksi di dalam, termasuk istilah “Mabes dalam Mabes”.
Seolah-olah, tiap hari ada saja berita “oknum” bermasalah, termasuk kabar tiga oknum anggota kepolisian di Medan yang dilaporkan, karena diduga mencuri sepeda motor.
Intinya, belum kering ingatan publik berkenaan kasus mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dan Irjen Teddy Minahasa, gelombang masalah terus mendera institusi kepolisan.
Menurutnya, deretan kasus-kasus tersebut menunjukkan telah terjadi kasus fenomenal atau “cause celebre” pada lembaga kepolisian.
Cause celebre adalah sebuah masalah atau insiden yang berkembang menjadi kontroversi yang merebak, di luar perkiraan, dan memanaskan debat publik.
Istilah ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan kasus hukum terselebrasi.
Percepatan reformasi
Dia menambahkan, apakah deratan kasus yang menyedot perhatian publik itu dapat menjadi momentum reformasi di lembaga kepolisian?
Dalam situasi ini sesungguhnya tidak ada jalan lain bagi Polri, kecuali melakukan percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based), dan berkelanjutan. Jika memang ada komitmen yang serius dalam reformasi Polri, maka itu harus dilakukan di level negara.
Instruksi Kapolri untuk meniadakan tilang manual adalah pintu masuk reformasi kepolisian secara komprehensif, karena itu kebijakan tersebut harus didukung pada semua level, baik internal dan eksternal kepolisian.
Internalisasi kebijakan perlu dilakukan jajaran kepolisian, sehingga daya laku dan daya dukungnya dapat mempercepat proses nol pungli.
“Masalahnya, hampir setiap pergantian kepemimpinan di tubuh Polri, janji dan tekad reformasi itu selalu dilontarkan. Tetapi hasilnya belum optimal,” sebutnya.
Dia mencontohkan, lihat saja jalan berliku upaya reformasi institusi kepolisian ke belakang. Tak berapa lama setelah dilantik pada 2016, Kapolri Jenderal Tito Karnavian misalnya, punya tekad kuat untuk melakukan reformasi.
Kemudian Polri studi banding ke Georgia. Mengapa ke Georgia, sebab di sana polisinya dikenal sangat koruptif, tapi sekarang bagaikan turun dari langit.
Institusi polisi jauh lebih baik. Georgia pernah menerapkan titik nol reformasi dengan memecat seluruh anggota polisi dan memulai kembali dari nol.
Tahun 2004, pemerintah Georgia menargetkan layanan polisi yang korup. Reformasi dilakukan dengan pemecatan massal polisi dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Melakukan restrukturisasi kelembagaan dan penyediaan layanan – menghilangkan beberapa lembaga dan mengalihkan mandat – termasuk perubahan yurisdiksi menghapus militer dari kepolisian dan membatasi polisi pada penegakan hukum.
Kebijakan gaji, pelatihan, personel polisi juga dirombak dan diubah secara signifikan.
Target area korupsi yang sangat terlihat dapat dengan cepat meningkatkan kepercayaan publik pada lembaga negara. Reformasi polisi di bidang lalu lintas memiliki efek positif langsung pada kehidupan rakyat.
“Begitu pun optimisme publik sulit didapatkan jika instruksi tersebut layu sebelum berkembang. Apalagi jika instruksi tersebut dianggap hanya sekadar alihkan perhatian publik dan tidak bermaksud untuk dilaksanakan secara kompeten, kontinu dan konsisten,”sebutnya.
Korlantas Perlu SOP
Hal lain, sambung dia, Korlantas Polri juga diminta untuk membuat dan memedomani standar operasional prosedur (SOP) serta tidak melakukan kegiatan yang kontra-produktif.
Jajaran kepolisian perlu melakukan pengawasan dan pengendalian yang melekat dan ketat secara berjenjang untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan bidang lalu lintas agar anggota lebih memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing.(m22)