Scroll Untuk Membaca

Medan

Tim PKM Etnomusikologi USU Latih Masyarakat Lingga Kelola Pagelaran Seni Tradisional

Tim PKM Etnomusikologi USU Latih Masyarakat Lingga Kelola Pagelaran Seni Tradisional
Kecil Besar
14px

Medan (Waspada): Tim pengabdian masyarakat yang terdiri dari dosen dan mahasiswa etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, 9 September 2023 lalu.

Tim terdiri Ketua Dra Rithaony, MA dan anggota Arifninetrirosa, SSt MA, Hubari Gulo, SSn MSn serta empat mahasiswa masing-masing Joel Purba, Michael Jonatan Ginting, Prima Tuahta Purba dan Regina.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tim PKM Etnomusikologi USU Latih Masyarakat Lingga Kelola Pagelaran Seni Tradisional

IKLAN

Rithaony mengatakan, dalam PKM itu mereka memberikan pemahaman kepada masyarakat serta peserta dari sanggar yang ada di Desa Lingga dalam pengelolaan pemajuan desa wisata melalui pagelaran seni tradisional yang berbasis masyarakat.
Selain mengemas sebuah pagelaran kesenian tradisional, masyarakat dan anggota sanggar juga diedukasi untuk inovatif dalam menyuguhkan sebuah pagelaran dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisinya.

“Pengelolaan pemajuan desa wisata mampu menciptakan sebuah ekosistem ekonomi yang mapan sekaligus menjadi wadah konservatif bagi kesenian tradisional Karo yang sudah semakin jarang dipagelarkan,” kata Rithaony dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/9/2023)

Dikatakan Rithaony, Desa Lingga adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Di desa ini dulunya sempat berdiri Kesibayakan Lingga, yaitu sebuah institusi pemerintahan tradisional (kerajaan) yang mengepalai beberapa wilayah di dataran tinggi Karo. Beberapa peninggalan kerajaan ini, seperti rumah adat tradisional, kompleks pemakaman dan lainnya masih bisa ditemukan di Desa Lingga.

Selain itu, kesenian tradisional Karo seperti musik, tari, gundala-gundala, dan kerajinan tangan juga masih ada di Desa ini. Pada tahun 1990-an, Desa Lingga sempat menjadi salah satu primadona destinasi wisata dan ditetapkan menjadi desa wisata di Kabupaten Karo. Banyak wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang datang untuk menyaksikan kekayaan budaya, situs rumah adat tradisional Karo dan situs peninggalan sejarah lainnya.

“Mengingat sejarah dan potensi Desa Lingga, sangat disayangkan, sampai hari ini belum ada pengelolaan pagelaran dari desa ini. Hal ini tentu berdampak terhadap ruang pagelaran kesenian para seniman tradisi di desa tersebut. Apabila kesenian tradisional Karo semakin jarang dihadirkan, dikhawatirkan pengetahuan dan keterampilan tentangnya pun akan berangsur menyusut bahkan hilang,” kata Rithaony.

Keadaan ini, tegas Rithaony, tidak baik bagi keberlanjutan peradaban masyarakat Karo secara umum dan Desa Lingga khususnya. Sebagaimana diamanatkan oleh UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dimana kesenian tradisional adalah salah satu objek pemajuan kebudayaan yang wajib dilestarikan.

Ketua Sanggar Nggara Simbelin, salah satu di Desa Lingga, Simpei Fusen Sinulingga menambahkan, Desa Lingga merupakan salah satu desa yang memiliki nilai-nilai sejarah. Sebelum tahun 1947, kerajaan Lingga masih berdiri sebagai kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang disebut raja Kelelong. Pada tahun 1947 kerajaan Lingga bersatu dengan Republik Indonesia.

“Pagelaran seni tradisional yang ingin dihidupkan kembali adalah yang pagelaran seni ketika zaman kerajaan di Lingga. Pagelaran seni yang dipertontonkan adalah berupa tari-tarian dan diiringi musik ensambel gendang sarune, tarian yang disuguhkan kepada raja pada zaman kerajaan yaitu tarian gundala-gundala. Namun pada pagelaran kali ini, alat musik yang ensambel yang digunakan untuk mengiringi tarian gundala-gundala adalah ensambel kulcapi dan keteng-keteng,” kata Simpei.

Pemilihan kulcapi dan keteng-keteng untuk mengiringi gundala-gundala adalah bertujuan memberi bunyi variasi ritmis yang lebih variatif, agar gundala-gundala yang ingin di pertontonkan menambah daya tarik bagi wisatawan yang menonton.

Rithaony menambahkan, untuk mengemas sebuah pagelaran seni tradisional lebih menarik yaitu dengan mengangkat kembali nilai-nilai sejarah yang ada pada kesenian tersebut, ujarnya. (cpb/rel)

Teks foto : Tim PKM Etnomusikologi USU memberikan pelatihan mengelola pagelaran seni tradisional

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE