Scroll Untuk Membaca

HeadlinesMedan

Tutupi Borok Dari Medan, Sumut Hibahkan Rp41 Miliar Agar Gedung UMKM USU Rampung

Tutupi Borok Dari Medan, Sumut Hibahkan Rp41 Miliar Agar Gedung UMKM USU Rampung
Gedung Kolaborasi UMKM Square USU di Jl. Dr, Mansyur Medan hingga kini belum rampung dan Pemprovsu diduga memberikan dana hibah Rp41 miliar untuk merampungkannya.Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Warga mempertanyakan dana hibah Rp41 miliar yang diberikan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) ke Universitas Sumatera Utara (USU) untuk merampungkan pembangunan Gedung Kolaborasi UMKM Square USU.

Warga menilai hal tersebut janggal. Gedung Kolaborasi UMKM Square USU tersebut adalah fasilitas yang dibangun atas kolaborasi Pemerintah Kota (Pemko) Medan dan Universitas Sumatera Utara (USU), berlokasi di Jl. Dr. Mansyur, Medan.

Pembangunan tahap pertama, Pemko Medan melalui Dinas Perkim Cikataru dimasa Wali Kota Bobby Nasution menganggarkan Rp122 miliar dengan nilai kontrak Rp97,65 miliar. Pembangunannya terus molor. Target terakhir penyelesaikan proyek rampung September 2025, belum juga terlihat.

Proyek tersebut dikerjakan masa Wali Kota Medan Bobby Nasution lewat Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (Perkim Cikataru) Kota Medan yang kadisnya dijabat Alexander Sinulingga. Kini Bobby menjadi Gubernur Sumut mengajak Alexander menjabat Kadis Pendidikan Sumut.

Proyek yang menggunakan APBD Medan 2023-2024 dengan nilai kontrak senilai Rp97,65 miliar dimenangkan oleh PT. Karya Bangun Mandiri Persada. Pembangunannya dilaksanakan selama multiyears atau tiga tahun sejak proses tender dilaksanakan.

Dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, ditemukan sejumlah dugaan korupsi yang terjadi atas proyek itu. Kerugian negara atas pembangunan gedung itu mencapai Rp1 miliar lebih. Dugaan korupsi ini juga terjadi saat proses tender dilakukan.

Kemudian, pada saat pengerjaan, material-material umum membangun gedung juga terindikasi di mark-up oleh sekelompok oknum. Alhasil, pengerjaan ini menjadi temuan dalam tindak pidana korupsi.

Proses pelaksanaan pembangunan gedung ini juga sudah tujuh kali terjadi adendum. Jangka waktu pelaksanaan pembangunan gedung ini memakan waktu selama 450 hari kalender terhitung sejak 16 Mei 2023 sampai 7 Agustus 2024.

Dugaan korupsi pembangunan Gedung Kolaborasi UMKM Square USU kini masuk dalam radar penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Informasi dari internal kejaksaan menyebutkan, sejumlah pihak bakal segera dipanggil terkait dugaan korupsi dalam proyek tersebut. Namun hingga kini belum terlaksana.

Seorang sumber di Kejati Sumut mengungkapkan, penyelidikan akan difokuskan pada indikasi kerugian negara akibat kekurangan volume material yang nilainya mencapai miliaran rupiah. “Akan masuk dalam penyelidikan untuk diperiksa terhadap dugaan korupsi pembangunan gedung ini,” ujar sumber tersebut baru-baru ini.

Kini, Wali Kota Medan Rico Waas menambah anggaran sebesar Rp19 miliar lebih dari APBD 2025 untuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) pendukung Gedung Kolaborasi UMKM Square USU tersebut yang dimenangkan PT. Zhafira Tetap Jaya.

Sehingga total keseluruhan sekitar Rp116 – Rp122 miliar gabungan pengerjaan fisik Rp97,65 miliar ditambah sarpras Rp19 miliar lebih.

Namun, Wali Kota Medan Rico Waas menegaskan tidak akan ada anggaran baru untuk proyek fisik bangunan yang dikerjakan pada kepemimpinan sebelumnya.

‘’Gak ada tambahan, dan belum ada bahas sampai ke situ. Apa yang dikerjakan ya harus beres. Tapi untuk anggaran selanjutnya belum,’’ kata Rico Waas.

Anehnya, Bobby Nasution yang kini menjabat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) diduga memberikan dana hibah sebesar Rp41 miliar dari APBD Sumut untuk merampungkan Gedung Kolaborasi UMKM Square USU tersebut.

‘’Dana hibah diberikan ke USU Rp41 miliar buat gedung UMKM ini keliatan janggal menutupi borok dari Medan agar kegiatan rampung,’’ tandas seorang warga yang namanya enggan disebutkan kepada Waspada.id di Medan, Jumat (3/10/2025).

Dua hari sebelumnya, tepatnya pada Rabu, 1 Oktober 2025, Himpunan Sarjana Hukum (HSH) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara.

Aksi yang diikuti puluhan massa ini menuntut akuntabilitas dan transparansi dari Pemprovsu terkait dugaan penggunaan anggaran daerah untuk pembangunan UMKM Square Universitas Sumatera Utara.

Dalam orasinya, koordinator lapangan Sholahuddin mempertanyakan dugaan pengalokasian dana sebesar Rp41 miliar oleh Pemprovsu untuk proyek gedung kolaborasi tersebut. HSH mengajukan sejumlah sorotan kritis mengenai legalitas dan proses pengeluaran dana:

  1. Mempertanyakan dasar hukum yang menjadi landasan Pemprovsu dalam menyalurkan dana sebesar Rp41 miliar untuk proyek tersebut.
  2. Menyoroti persoalan keterbukaan informasi, khususnya mengapa proyek ini diduga tidak tercantum pada laman resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
  3. Mempersoalkan prosedur penggunaan APBD, yang dinilai massa aksi berpotensi tidak sesuai dengan ketentuan. Mereka menekankan bahwa penggunaan dana sebelum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan secara resmi melalui Peraturan Daerah (Perda) dapat melanggar peraturan keuangan daerah.

Menanggapi aksi tersebut, perwakilan dari Biro Pengadaan Barang dan Jasa serta Biro Umum Pemprov Sumut yang diwakili oleh Zendri menyampaikan bahwa aspirasi massa akan disampaikan kepada pimpinan.

‘’Kami akan sampaikan kepada pimpinan. Terima kasih banyak kami sampaikan kepada adik-adik yang telah menyampaikan aspirasinya,’’ ujar Zendri. Ia menambahkan bahwa para pimpinan sedang menghadiri kegiatan peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Sebelumnya kepada Waspada.id, pengamat anggaran dan kebijakan publik Elfenda Ananda menyebut proyek pembangunan Plaza UMKM Medan itu pembangunannya menggunakan dana yang bersumber dari pajak rakyat.

‘’Seharusnya ada transparansi dan akuntabilitas dari proyek tersebut mulai dari kajian tujuan dibangunnya gedung itu, siapa pasar konsumennya, siapa pelaku usaha yang dilibatkan sampai keuntungan kalau gedung ini dibangun,’’ ucapnya.

Elfenda menyebut kalau memang tujuannya dalam rangka peningkatan ekonomi, maka ini bisa menjadi momentum positif untuk pengembangan ekonomi lokal. Namun sayangnya, pembangunan ini terindikasi memiliki beberapa kejanggalan dan permasalahan serius.

‘’Adanya dugaan korupsi yang terungkap melalui temuan BPK Perwakilan Sumut. Adanya temuan kerugian negara yang mencapai lebih miliar rupiah akibat kekurangan volume material dan praktik mark-up menjadi bukti nyata adanya penyimpangan,’’ tandasnya.

Hal ini, sambung Elfenda, menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan ketidakjujuran dalam pengelolaan proyek sejak proses tender. Hal ini juga mengundang keterlibatan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dalam penyelidikan mengindikasikan bahwa kasus ini memiliki basis hukum.

‘’Masyarakat khususnya Kota Medan berharap kejaksaan melakukan penyelidikan secara transparan tanpa ada ditutup-tutupi atau berupaya melindungi kasus ini. Walaupun kita tahu saat ini Kajatisu merupakan alumni USU, namun dalam konteks kasus ini agar tidak ada intervensi. Kasus ini harus diungkap seterang-terangnya sampai kepada pejabat tertinggi pada saat proyek tersebut disetujui,’’ harap Elfenda.

Elfenda juga menyebut pembangunan yang direncanakan selesai dalam 450 hari kalender (Mei 2023 – Agustus 2024), namun mengalami tujuh kali adendum, menunjukkan adanya masalah serius dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.

‘’Sebagai mantan Kadis Dinas Perkim Cikataru Kota Medan, Alexander Sinulingga yang saat ini menjabat di provinsi seharusnya dibebastugaskan dari jabatannya agar fokus menyelesaikan kemungkinan ada permasalahan hukum,’’ kata Elfenda.

Mengenai sikap Wali Kota Medan Rico Waas dalam kasus ini harusnya meminta pendapat kepada BPK atas evaluasi audit yang telah dilakukan. Selain itu, juga bisa minta petunjuk kepada Mendagri apa langkah yang harus dilakukan agar projek tersebut tetap bermanfaat dan tidak merugikan masyarakat.

Mengenai kelalaian Inspektorat tentunya tidak bisa ditolerir, mengingat tugas Inspektorat adalah melakukan pengawasan internal. ‘’Harus ada sanksi tegas atas kelalaian ini,’’ tandas Elfenda.

Hal ini bisa jadi pembelajaran agar jangan begitu mudahnya menggunakan uang rakyat untuk keuntungan pribadi dan tidak bertanggungjawab terhadap apa yang sudah dilakukan, demikian Elfenda Ananda.

Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Sekda Provsu Togap Simangunsong dan Kadis Kominfo Sumut Erwin Hotmansyah Harahap yang dikontak Waspada.id, Jumat (3/10/2025) melalui saluran whatsapp tidak merespon. Pesan yang dikirim Waspada.id kepada ketiganya hanya dibaca, namun tidak dibalas. Begitu juga saat ditelpon, tidak diangkat.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE