MEDAN (Waspada.id): Gedung Kolaborasi UMKM Square USU atau yang dikenal sebagai Plaza UMKM Medan, adalah proyek pembangunan di Jl. Dr. Mansyur, Medan, yang merupakan kolaborasi antara Pemerintah Kota (Pemko) Medan dengan Universitas Sumatera Utara (USU).
Proyek ini bertujuan sebagai pusat inovasi, pelatihan, dan pemasaran produk UMKM dengan fasilitas modern untuk meningkatkan daya saing pengusaha lokal.
Namun, pembangunannya menuai sorotan terkait dugaan korupsi dan keterlambatan, meskipun masih dalam tahap penyelesaian di akhir Agustus 2025 dengan target rampung September 2025.
Proyek tersebut dikerjakan masa Wali Kota Medan Bobby Nasution lewat Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (Perkim Cikataru) Kota Medan yang kadisnya dijabat Alexander Sinulingga. Kini Bobby menjadi Gubernur Sumut mengajak Alexander menjabat Kadis Pendidikan Sumut.
Proyek yang menggunakan APBD Medan 2023-2024 dengan nilai kontrak senilai Rp97,65 miliar dimenangkan oleh PT. Karya Bangun Mandiri Persada. Pembangunannya dilaksanakan selama multiyears atau tiga tahun sejak proses tender dilaksanakan.
Dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, ditemukan sejumlah dugaan korupsi yang terjadi atas proyek itu. Kerugian negara atas pembangunan gedung itu mencapai Rp1 miliar lebih. Dugaan korupsi ini juga terjadi saat proses tender dilakukan.
Kemudian, pada saat pengerjaan, material-material umum membangun gedung juga terindikasi di mark-up oleh sekelompok oknum. Alhasil, pengerjaan ini menjadi temuan dalam tindak pidana korupsi.
Proses pelaksanaan pembangunan gedung ini juga sudah tujuh kali terjadi adendum. Jangka waktu pelaksanaan pembangunan gedung ini memakan waktu selama 450 hari kalender terhitung sejak 16 Mei 2023 sampai 7 Agustus 2024.
Dugaan korupsi pembangunan Gedung Kolaborasi UMKM Square USU kini masuk dalam radar penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Informasi dari internal kejaksaan menyebutkan, sejumlah pihak bakal segera dipanggil terkait dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
Seorang sumber di Kejati Sumut mengungkapkan, penyelidikan akan difokuskan pada indikasi kerugian negara akibat kekurangan volume material yang nilainya mencapai miliaran rupiah. “Akan masuk dalam penyelidikan untuk diperiksa terhadap dugaan korupsi pembangunan gedung ini,” ujar sumber tersebut baru-baru ini.
Kini, Wali Kota Medan Rico Waas menambah anggaran sebesar Rp19 miliar lebih dari APBD 2025 untuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) pendukung Gedung Kolaborasi UMKM Square USU tersebut yang dimenangkan PT. Zhafira Tetap Jaya.
Sehingga total keseluruhan sekitar Rp116 – Rp122 miliar gabungan pengerjaan fisik Rp97,65 miliar ditambah sarpras Rp19 miliar lebih.
Namun, Wali Kota Medan Rico Waas menegaskan tidak akan ada anggaran baru untuk proyek fisik bangunan yang dikerjakan pada kepemimpinan sebelumnya.
‘’Gak ada tambahan, dan belum ada bahas sampai ke situ. Apa yang dikerjakan ya harus beres. Tapi untuk anggaran selanjutnya belum,’’ kata Rico Waas.
Menanggapi hal tersebut, pengamat anggaran dan kebijakan publik menyebut proyek pembangunan Plaza UMKM Medan itu pembangunannya menggunakan dana yang bersumber dari pajak rakyat.
‘’Seharusnya ada transparansi dan akuntabilitas dari projek tersebut mulai dari kajian tujuan dibangunnya gedung itu, siapa pasar konsumennya, siapa pelaku usaha yang dilibatkan sampai keuntungan kalau gedung ini dibangun,’’ ucap Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumut, Elfenda Ananda kepada Waspada.id, Jumat (29/8/2025).
Elfenda menyebut kalau memang tujuannya dalam rangka peningkatan ekonomi, maka ini bisa menjadi momentum positif untuk pengembangan ekonomi lokal. Namun sayangnya, pembangunan ini terindikasi memiliki beberapa kejanggalan dan permasalahan serius.
‘’Adanya dugaan korupsi yang terungkap melalui temuan BPK Perwakilan Sumut. Adanya temuan kerugian negara yang mencapai lebih miliar rupiah akibat kekurangan volume material dan praktik mark-up menjadi bukti nyata adanya penyimpangan,’’ ucap Elfenda.
Hal ini, sambung Elfenda, menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan ketidakjujuran dalam pengelolaan proyek sejak proses tender. Hal ini juga mengundang keterlibatan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dalam penyelidikan mengindikasikan bahwa kasus ini memiliki basis hukum.
‘’Masyarakat khususnya Kota Medan berharap kejaksaan melakukan penyelidikan secara transparan tanpa ada ditutup-tutupi atau berupaya melindungi kasus ini. Walaupun kita tahu saat ini Kajatisu merupakan alumni USU, namun dalam konteks kasus ini agar tidak ada intervensi. Kasus ini harus diungkap seterang-terangnya sampai kepada pejabat tertinggi pada saat proyek tersebut disetujui,’’ harap Elfenda.
Elfenda juga menyebut pembangunan yang direncanakan selesai dalam 450 hari kalender (Mei 2023 – Agustus 2024), namun mengalami tujuh kali adendum, menunjukkan adanya masalah serius dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
‘’Sebagai mantan Kadis Dinas Perkim Cikataru Kota Medan, Alexander Sinulingga yang saat ini menjabat di provinsi seharusnya dibebastugaskan dari jabatannya agar fokus menyelesaikan kemungkinan ada permasalahan hukum,’’ kata Elfenda.
Mengenai sikap Wali Kota Medan Rico Waas dalam kasus ini harusnya meminta pendapat kepada BPK atas evaluasi audit yang telah dilakukan. Selain itu, juga bisa minta petunjuk kepada Mendagri apa langkah yang harus dilakukan agar projek tersebut tetap bermanfaat dan tidak merugikan masyarakat.
Mengenai kelalaian Inspektorat tentunya tidak bisa ditolerir, mengingat tugas Inspektorat adalah melakukan pengawasan internal. ‘’Harus ada sanksi tegas atas kelalaian ini,’’ tandas Elfenda.
Hal ini bisa jadi pembelajaran agar jangan begitu mudahnya menggunakan uang rakyat untuk keuntungan pribadi dan tidak bertanggungjawab terhadap apa yang sudah dilakukan, demikian Elfenda Ananda.
Kepala Inspektorat Provinsi Sumatera Utara yang sebelumnya menjabat Inspektorat Kota Medan, Sulaiman Harahap saat dihubungi Waspada.id, Jumat (29/8/2025) sore, membantah kalau itu menjadi tanggungjawabnya. ‘’Kan ada konsultan pengawas,’’ cetusnya singkat.(id96)