Wakil Rektor 3 UMA: Revisi UU Sistem Peradilan Pidana Anak Urgen Dilakukan

  • Bagikan
Wakil Rektor 3 UMA: Revisi UU Sistem Peradilan Pidana Anak Urgen Dilakukan

MEDAN (Waspada): Revisi Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sangat urgen dilakukan. Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) perlu dibekali dengan pendidikan moral sehingga mereka faham kesalahannya.

Hal itu dikatakan Assoc. Prof Rizkan Zulyadi, SH., MH Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Universitas Medan Area (UMA) dan Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Sumatera Utara, dalam Dialog Medan Pagi Ini di RRI, Senin (10/7).

Dalam dialog streaming bertema “Urgensi Revisi Sistem Peradilan Pidana Anak” itu hadir pembicara lain yaitu Dr Jasra Putra, S.Fil., M.Pd Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Junaidi Malik, Ketua Komnas Perlindungan Anak.

Dalam dialog yang dimoderatori Desy Utami itu, Rizkan mengatakan bahwa penanaman moral dan karakter adalah hal yang sangat penting sekali terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

“Intinya persuasif. Lebih baik mencegah daripada mengobati. ABH kembalikanlah pada pendidikan moralnya yang harus diutamakan, karena negara bertanggungjawab. Mereka disekolahkan sendiri dalam jangka waktu tertentu sehingga mereka faham akan perbuatan pidana yang mereka lakukan,” ujarnya.

Dikatakan Rizkan, dalam menuntut ilmu diperlukan adab. Karena bangsa Indonesia telah diajarkan oleh orang tua dan guru-guru kita. Bahwa ada pertanggungjawaban dari setiap yang kita lakukan. Meski pun perbuatan salah tidak dilihat oleh orang lain, namun Tuhan Yang Mahakuasa melihatnya. “Ini diajarkan kepada kita semua,” ujarnya.

Dia menekankan, kebersamaan, persatuan terkikis dengan globalisasi sekarang ini. Pentingnya pemahaman sejak dini bagi anak-anak di sekolah.

Kita tidak melihat semata-mata landasa hukum, tetapi juga adab sehingga karakternya tumbuh. “Tidak boleh sedikit-dikit hukum sehingga anak-anak kita terkriminalisasi. Kalau tidak kita bina bersama, maka anak didik kita, generasi muda penerus bangsa sebagai perthanan negara dan keluarganya. Akhirnya keamanannya terganggung dan pertahanan bisa hancur,” ujarnya.

Kasus Diversi
Pada bagian lain Rizkan memaparkan bahwa di Mahkamah Agung telah terjadi sebanyak 5774 kasus ABH dan hanya 452 kasus yang bisa diselesaikan dengan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Sedangkan dari kepolisian terdapat 8914 kasus dan sebanyak 473 di antaranya yang diselesaikan dengan diversi. “Kalau tidak beretika maka muncullah norma-norma hukum. Karena itu pentingnya penanaman karakter terlebih dahulu. Sangat urgen dalam hal perlindungan anak. Karena itu urgen merevisi Undang-Undang Sistem Peradilan Perlindungan Anak,” katanya.(m05)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *