MEDAN (Waspada.id): Walikota Medan diminta memprioritaskan perbaikan infrastruktur diseluruh kawasan di Kota Medan. Sebab, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan memastikan fasilitas jalan, termasuk jalan lingkungan dalam kondisi yang baik dan dapat diakses oleh warga.
Bosan menunggu janji dari para pejabat dan anggota DPRD, sejumlah warga Jalan Situs Kota Cina Lingkungan 7, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, mengecor badan jalan dengan menggunakan dana pribadi. Hal ini dilakukan warga karena jalan tersebut rusak dan sering banjir.
“Persoalan jalan rusak bukan hanya di Marelan, tetapi juga hampir di seluruh jalan-jalan perbatasan Kota Medan. Seperti di Jalan Salam di Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas, yang kerap banjir dan rusak parah, namun hingga kini tak kunjung disentuh kebijakan,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Sumut, Elfenda Ananda, saat dihubungi, Kamis (2/10/2025).
Ia menilai, fungsi pemerintah hanya sebatas memberi janji dan pencitraan, maka jelas publik sedang ditipu oleh formalitas belaka. Pelaku kepentingan dan anggota DPRD hanya datang mengukur, memotret, lalu pergi tanpa meninggalkan hasil apa-apa.
“Di tengah APBD Kota Medan yang gemuk Rp7,6 triliun dengan kapasitas fiskal tertinggi di Sumut, warga miskin justru dipaksa patungan untuk mengecor jalan mereka sendiri. Rakyat kecil harus mengumpulkan recehan demi akses jalan layak, sementara triliunan belanja modal terserap entah ke mana. Anggaran melimpah, tapi komitmen politik terhadap kepentingan publik nyaris nol,” kritiknya.
Jalan rusak di Marelan dan juga usulan lama di Harjosari II terus terbengkalai tanpa perhatian. Lebih ironis lagi, camat dan lurah memilih bungkam, seolah takut bersuara atau memang tidak peduli. Jika inilah wajah politik anggaran Kota Medan, maka jelas terjadi pengkhianatan terhadap rakyat yang seharusnya dilayani.
“Dengan uang patungan seadanya, mereka bergotong royong melakukan pengecoran dan penyemenan agar akses tetap bisa dilalui. Pertanyaannya, di mana wajah Pemko Medan. Apakah fungsi negara/Pemko Medan kini digantikan oleh swadaya rakyat miskin. Ironis, rakyat yang seharusnya dilayani justru dipaksa menanggung beban, sementara pejabat yang mencek lapangan sibuk berjanji dan berpose di depan kamera termasuk walikotanya sibuk dengan kegiatan seremonial,” tegasnya lagi.
Rakyat sudah bayar pajak, namun untuk Pembangunan di daerahnya, harus mengeluarkan uang lagi untuk mengatasi persoalan pembangunan jalan di tempatnya. Sementara, untuk anggaran untuk elit politik (DPRD) seperti tunjangn perumahan yang nilainya fantastis justru direalisasikan.
Dilanjutkan Elfenda, untuk Pembangunan pembangunan gudang barang bukti dan asrama Polrestabes Medan. Anggaran tersebut bersumber dari APBD Medan tahun 2025 dalam sumber sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) LKPP Kota Medan. Paket pengadaan itu memiliki kode rancangan umum pengadaan (RUP) 57042840.
“Walikota seharusnya paham, warga Paya Pasir tidak menuntut belas kasihan, tidak meminta sembako, apalagi janji manis. Yang mereka minta hanya hak paling mendasar, jalan yang layak, aman, dan manusiawi. Jika tuntutan sesederhana ini saja tak mampu dipenuhi, bagaimana mungkin rakyat percaya pada janji-janji pembangunan yang lebih besar,” tutur Elfenda.
Sementara Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Hadi Suhendra, mengatakan, Pemko harus memberi perhatian khusus terhadap kawasan-kawasan yang sudah lama belum tersentuh dalam pembangunan infrastrukturnya. “Kemarin mereka di Paya Pasir itu minta tanggul rob, sudah dibangun tapi sekarang bocor. Plt Kadis PU sudah mengetahui itu, tapi masalahnya uang Pemko Medan kosong jadi bingung juga. Tapi prioritaskan lah, karena ini kan hak masyarakat Kota Medan,” katanya singkat. (id16)