MEDAN (Waspada.id): Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti (foto) prihatin dengan munculnya dugaan kasus keracunan massal pada Makanan Bergizi Gratis (MGB) di sejumlah daerah, termasuk di Jawa Barat. Dewan meminta selain diusut tuntas, perlu diwaspadai adanya konspirasi/persekongkolan dengan niat untuk mengganggu program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu.
“Kita prihatin dengan musibah keracunan massal MBG, tapi perlu diantisipasi dan diwaspadai kemungkinan ada pihak yang tidak senang untuk berkonspirasi atau bersekongkol menggagalkan program itu,” kata Rudi kepada Waspada.id, akhir pekan lalu.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, merespon serangkaian peristiwa dugaan keracunan, termasuk yang terakhir terjadi di sejumlah sekolah di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.
Insiden ini menambah deretan jumlah korban MBG yang sudah diluncurkan 5 Januari 2025 semakin bertambah, yang berdasarkan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) sudah menyentuh 6.452 anak.
Menyikapi hal itu, Rudi Alfahri Rangkuti mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pihak yang bertanggungjawab dalam program untuk mengentaskan kemiskinan dan mencerdaskan anak didik ini, mengusut dan mencari penyebab keracunan tersebut.
Di sini lain, wakil rakyat Dapil Sumut 12 Binjai Langkat ini tidak dapat mengesampingkan bahwa ada pihak yang tidak senang program ini berhasil, dengan melakukan cara dan perbuatan melawan hukum.
“Untuk dugaan keracunan ini, saya pribadi melihat sulit dimengerti mengapa korban MBG bisa mencapai ribuan orang, padahal proses memasak, pengawasan atas lauk pauk, penyerahan makanan kepada siswa anak didik dilakukan sesuai Standard Operational Prosedure (SOP).
Di SOP itu, lanjut Rudi telah diatur langkah-langkah yang bertujuan untuk memastikan kualitas, keamanan pangan, kebersihan, dan efisiensi dalam seluruh proses program, mulai dari perencanaan menu, pengadaan bahan, pengolahan, hingga distribusi.
Begitu juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan tenaga ahli pilihan, dan sarana di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang merupakan unit pelaksana program MBG, telah melalui proses dan tahapan seleksi yang ketat.
“Kalau, mohon maaf ada kelalaian atau kecolongan, tak sampai merenggut korban hingga ribuan, dan kalau keracunan makanan karena terkontaminasi oleh bakteri, virus, parasit, atau racun, tidak semua serentak diawali dengan mual, muntah dan diare karena perbedaan fisik siswa,” ujarnya.
Pengusutan Menyeluruh
Menilik dari besarnya jumlah korban keracunan, Rudi berharap perlu pengusutan holistik (menyeluruh), yang tidak hanya didasarkan pada proses laboratorium, tetapi lebih detail kemungkinan kerja sama oknum tertentu yang ingin memanfaatkan situasi ini untuk tujuan tertentu.
“Kita perlu melihat misalnya apakah lauk pauk yang harusnya dibeli per hari, apakah kemudian telah memenuhi syarat atau memang hal-hal yang harusnya dilakukan, tetapi kemudian diduga disengaja diabaikan agar menimbulkan masalah,” ujarnya.
Hal itu perlu diwaspadai sebagai bagian konspirasi (persekongkolan), yang biasanya disebarkan dengan cepat melalui media sosial (medsos) dan dapat berbahaya, karena dikhawatirkan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
“Di medsos saya melihat MBG telah ramai diplesetkan macam-macam, ada yang buat Makanan Basi Bergizi (MBG) dan lain-lain. Pokoknya, semua harus kita antisipasi dan waspadai, agar jangan sampai program mulia yang menelan biaya seratusan triliun rupiah yang bersumber dari APBN, itu tak mencapai sasaran, karena ulah segelintir oknum dan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” pungkasnya. (Id06)