JAKARTA (Waspada.id): Aliansi Masyrakat Simalungun yang merupakan perkumpulan dari tokoh masyarakat, adat dan budaya dari berbagai daerah dan provinsi menyatakan sikap menolak klaim tanah adat (non Simalungun) dalam wilayah Kabupaten Simalungun.
Penegasan para tokoh Simalungun tertuang dalam penyataan sikap Aliansi Masyrakat Simalungun yang disampaikan dalam konfrensi pers di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Aliansi Masyarakat Simalungun, berkewajiban untuk melestarikan adat istiadat dan budaya warisan leluhur serta jati diri Simalungun.
Adapun sejumlah tokoh yang hadir dalam konferensi pers ini adalah Dr. Sarmedi Purba, SpOG (Sesepuh Masyarakat Simalungun/Ketua Umum DPP PACS); Dr. Samsudin Manan Sinaga, SH, MH (Tokoh Masyarakat Simalungun), Drs. Marim Purba (Tokoh Masyarakat Simalungun), Hermanto Hamongan Sipayung, SH (Ketua Bidang Hukum DPP PPABS), John Riahdo Girsang, SP (Ketua OKK DPP HIMAPSI); Mariaman Purba, SH, MH (Tokoh Masyarakat Simalungun), Ir. Johannes Saragih MBG (Tokoh Masyarakat Simalungun), Rikkot Damanik (Ketua Organisasi Masyarakat Sipolha), Jan Roiko Purba, S.Pd serta Gullit L. Saragih dan Juliaman Saragih sebagai moderator.
Lebih lanjut, Aliansi Masyarakat Simalungun menyampaikan pandangan pemikiran dan sikap sebagai berikut:
- Kami telah melaporkan Saudara Bane Raja Manalu (A-161/F.PDIP/Dapil Sumatera Utara III) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam dugaan pelanggaran kode etik atas pernyataan yang tidak berdasar, dan berpotensi menimbulkan eskalasi konflik horizontal.
- Fakta Sejarah Simalungun yang dipimpin dan dikuasai oleh Kerajaan-kerajaan, diawali dengan Kerajaan Nagur (Marga Damanik) selanjutnya menjadi fase 4 (empat) Kerajaan (Harajaon Maroppat), yakni Kerajaan Siantar (Marga Damanik), Kerajaan Panei (Marga Purba Dasuha), Kerajaan Silau (Marga Purba Tambak) dan Kerajaan Tanoh Jawa (Marga Sinaga).
Fase terakhir menjadi 7 (tujuh) Kerajaan (Harajaon Marpitu), yakni: Kerajaan Siantar (Marga Damanik), Kerajaan Panei (Marga Purba Dasuha), Kerajaan Silau (Marga Purba Tambak), Kerajaan Tanoh Jawa (Marga Sinaga), Kerajaan Raya (Marga Saragih Garingging), Kerajaan Purba (Marga Purba Pakpak) dan Kerajaan Silimahuta (Marga Girsang).
- Kami, Suku Simalungun, sangat terganggu bahkan tersinggung dengan pernyataan sekelompok masyarakat yang mengaku memiliki Tanah Adat Komunitas Lembaga Adat Keturunan Pomparan Ompu Manontang Laut Ambarita Sihaporas (LAMTORAS) di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
- Bahwa sejarah adanya marga Ambarita dalam wilayah Nagori Sihaporas tersebut berasal dari Samosir, dimana Ompu Manontang Laut Ambarita datang dari Samosir ke wilayah Sihaporas–Sipolha, Kabupaten Simalungun, dan oleh Opung Parmata Manunggal Damanik yang merupakan Tuan Sipolha (merupakan wilayah Kerajaan Siantar marga Damanik), memberikan perkampungan dan perladangan kepada Ompu Manontang Laut Ambarita untuk menjadi pemukiman/perkampungan dan mengelola sebagai tempat pertanian, dan BUKAN MENJADI TANAH ADAT/TANAH ULAYAT DARI MARGA AMBARITA.
- Tidak ada dasar hukum atau Peraturan Daerah tentang Tanah Adat di Kabupaten Simalungun, bahkan RUU Masyarakat Adat masih dalam proses legislasi DPR.
- Permen Agraria zaman Belanda, UU Agraria tahun 1870, menyatakan tegas bahwa tanah bekas Kerajaan Otonomi (zelfbestuur) pada zaman Belanda tidak boleh dijadikan tanah adat.
- Penjelasan singkat di atas, sekali lagi, membuktikan dan menegaskan bahwa tidak ada dan tidak dikenal istilah Masyarakat Adat dan Tanah Adat di Simalungun, sejak abad ke-8 Masehi sampai zaman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aliansi Masyarakat Simalungun di Jakarta, Rabu (1/10/2025). (Waspada.id/ist)
Untuk menghindari eskalasi konflik khususnya antar masyarakat dalam wilayah Nagori Sihaporas, maka Aliansi Masyarakat Simalungun mendesak kuat komitmen Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian terkait, yakni untuk Konsistensi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq. Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) terhadap Surat Nomor: 2.581/PSKL/PKYHA/PSL.1/3/2023, tanggal 14 Maret 2023, perihal surat terbuka kepada Masyarakat Adat Sihaporas,
Konsistensi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq. Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) berdasar Surat Nomor: S.211/PKTHA/PHAHH/PSL.7.2/09/2023, tanggal 8 September 2023, perihal penegasan Tanah Ulayat /Tanah Adat Simalungun dan Masyarakat Hukum Adat .
Penjelasan Terbuka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq. Direktur Penangan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) dan/atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) perihal keberadaan Sertikat Wilayah Adat (Tanda Bukti Keberadaan dan Pengelolaan Wilayah Adat) yang diterbitkan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dengan nama Wilayah Adat Huta Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Nomor. 12201900113, tanggal 8 Agustus 2019. (id10):