AcehNusantara

Bahas RUU Pemerintah Aceh, Baleg DPR Soroti Kewenangan Dan Skema Pendapatan Daerah

Bahas RUU Pemerintah Aceh, Baleg DPR Soroti Kewenangan Dan Skema Pendapatan Daerah
Anggota Baleg DPR RI Wahyu Sanjaya saat mengikuti rapat Panja di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2025). (dok. DPR)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh kembali menyoroti sejumlah isu mendasar terkait kewenangan dan skema pendapatan daerah.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Wahyu Sanjaya menekankan perlunya sinkronisasi regulasi, terutama mengenai kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandara serta ketentuan perdagangan internasional bagi penduduk Aceh.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Wahyu mencermati perbedaan antara Pasal 19 dan Pasal 165 dalam draf perubahan. Ia menilai, klausul yang menyatakan bahwa pemerintah berwenang mengelola pelabuhan dan bandar udara umum “agak bertentangan” dengan ketentuan lain yang memberi ruang bagi penduduk Aceh untuk melakukan perdagangan serta investasi internasional yang akan diatur bersama pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh.

“Import itu seingat saya lewat pelabuhan dan bandara, kecuali lewat angkasa. Kira-kira bagaimana pengaturan peraturannya?” ujar Wahyu dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Selain itu, Wahyu menyoroti besaran dana otonomi khusus (Otsus) yang selama ini diberikan kepada Aceh, yakni 2,5 persen dari total Dana Alokasi Umum nasional. Menurutnya, ketentuan tersebut sudah sangat besar sehingga harus memiliki batas waktu yang jelas sebagaimana landasan konsideran yang menyebutkan bahwa dana tersebut diberikan karena “masih dibutuhkan” untuk pembangunan.

Ia menilai penggunaan frasa “masih dibutuhkan” mengandung makna bahwa ada batas masa pemberlakuan. “Kalau masih dibutuhkan itu kan ada batas waktu. Berapa lama?” ujarnya,

Wahyu juga memberikan perhatian pada usulan ketentuan pembagian pendapatan dalam Pasal 215A yang menetapkan proporsi 70 persen untuk Pemerintah Aceh dan 30 persen untuk pemerintah pusat, meliputi seluruh sektor pajak, non-pajak, serta pendapatan lainnya. Skema tersebut dinilai “terlalu besar” jika digabung dengan alokasi 2,5 persen dana Otsus.

“Apabila ditambah dengan 70-30, too much. Tetapi saya juga tetap menggarisbawahi keputusan terakhir ada pada partai saya dalam anekdot umum. Kalau kata dia oke, ya gue oke. Sekaligus kita juga bisa mempertimbangkan untuk menambah jumlah dapil dari Aceh. Bagus juga pindah ke Aceh, lebih kaya raya,” tutupnya. (i10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE