Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Bakal Hadapi Perubahan Besar, Pentingnya Evaluasi Menyeluruh Terhadap Penyelenggaraan Haji Tahun Ini

Bakal Hadapi Perubahan Besar, Pentingnya Evaluasi Menyeluruh Terhadap Penyelenggaraan Haji Tahun Ini
Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq (tengah) saat jadi pembicara dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "Optimalisasi Penyelenggaraan Haji Lewat Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah", di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Rabu (11/6/2025). (Waspada/Andy Yanto Aritonang)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan haji tahun ini, terutama dalam menghadapi perubahan besar dari otoritas Arab Saudi.

“Pelaksanaan haji tahun ini tercatat sebagai yang paling sepi dalam 30 tahun terakhir. Bahkan pihak Arab Saudi sendiri tampak belum siap dengan transformasi radikal, terutama dalam hal digitalisasi layanan,” ujar Maman saat menjadi pembicara dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Optimalisasi Penyelenggaraan Haji Lewat Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah”, Kerjasama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan Biro Pemberitaan DPR RI, di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Rabu (11/6/2025)

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Ia menjelaskan, transformasi dari sistem lama berbasis syaikh dan mu’assasah kini beralih ke perusahaan swasta (syarikat) yang menerapkan sistem digital canggih, termasuk pendataan hotel dan akomodasi jamaah. Namun, sistem baru ini belum sepenuhnya dapat diakses maupun diadaptasi oleh para penyelenggara haji Indonesia.

“Kasus data jamaah hilang di Bandung dan Indramayu menunjukkan pentingnya penguatan sistem pendataan sejak awal. Jika Arab Saudi sudah digital, kita juga harus siap. Pendataan harus selesai jauh sebelum pemberangkatan,” tambahnya.

Maman juga menyoroti masalah integritas dan ketegasan dalam seleksi kesehatan jamaah. Ia menilai masih banyak calon haji yang dipaksakan berangkat meski secara medis tidak layak.

“Jangan hanya karena ingin meninggal di Mekkah, lalu orang sakit berat dipaksakan berangkat. Edukasi ini harus diperkuat. Mati di Mekkah bukan berarti pasti syahid,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menilai sistem transportasi dan akomodasi masih menyisakan persoalan. Muncul praktik sopir tidak profesional dan tumpang-tindih penempatan jamaah di hotel, akibat lemahnya koordinasi antar syarikat dan penyelenggara haji nasional.

Maman mendesak agar Badan Pengelola Haji yang akan datang dilengkapi unit kehumasan yang kuat agar publik bisa memperoleh informasi yang jelas dan akurat.

Ia juga menekankan bahwa revisi UU Penyelenggaraan Haji harus memperjelas pembagian peran antara regulator, eksekutor, dan pengawas. “Saat ini, peran-peran tersebut masih tumpang tindih. Revisi undang-undang harus bisa menjawab itu,” ungkapnya.

Maman menyebut, DPR RI melalui Komisi VIII akan terus mengawal revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah serta UU Keuangan Haji agar lebih transparan dan berpihak pada jamaah.

Selain itu, ia mengusulkan peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia) haji yang tidak hanya paham agama, tetapi juga menguasai aspek teknis seperti logistik, kontrak, hingga harga satuan layanan.

“Haji adalah etalase terbaik negara dalam melayani rakyat. Ini bukan hanya tugas badan haji, tapi juga Kementerian Agama, Kesehatan, Perhubungan, hingga Kementerian Luar Negeri,” pungkasnya.

Diskusi ini menjadi bagian dari upaya mendorong optimalisasi layanan haji, sekaligus menjawab berbagai tantangan baru di era digital dan sistem baru Arab Saudi dalam penyelenggaraan ibadah haji. (J04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE