JAKARTA (Waspada): Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) edisi Juni 2023, Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma 4,9 persen pada 2023, sama seperti laporan bulan April lalu.
Menurut Bank Dunia pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, kecuali China, akan moderat di level 4,8 persen pada tahun ini. Hal tersebut sejalan dengan pembukaan kembali China dan permintaan yang tertahan.
“Dampak positif dari pemulihan China diperkirakan akan terbatas mengingat konsentrasinya pada aktivitas jasa domestik,” tulis laporan Global Economic Prospect (GEP) edisi Juni 2023.
Adapun, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia juga tumbuh 4,9 persen pada 2024. Berdasarkan catatan Bisnis, proyeksi Bank Dunia tersebut terbilang rendah dibandingkan target pemerintah.
Dalam Kerangka Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), yang menjadi dasar dari APBN Tahun Anggaran 2024, mengasumsikan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan dapat mencapai 5,3 persen hingga 5,7 persen.
Sementara untuk pertumbuhan global, Bank Dunia memperkirakan ekonomi global pada tahun ini akan tumbuh 2,1 persen. Proyeksi ini lebih tinggi dari outlook dalam laporan sebelumnya yang hanya sebesar 1,7 persen.
Namun Bank Dunia memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi masih condong ke sisi negatif. Sehingga prospek pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2024 dipangkas menjadi 2,4 persen dari 2,7 persen sebelumnya.
Bank Dunia mengatakan gejolak di sektor perbankan global dan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut berisiko menekan prospek pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2024.
“Pertumbuhan global diproyeksikan melambat secara signifikan di paruh kedua tahun ini, dengan pelemahan berlanjut di tahun 2024,” ungkap Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (7/6/2023).
Peringatan ini muncul ketika bank-bank sentral global tengah menilai bagaimana dan kapan harus mengurangi pengetatan kebijakan moneternya.
Pekan depan, Federal Reserve mengadakan pertemuan kebijakan dan berpotensi menahan kenaikan suku bunga acuan.
Sementara itu, investor memperkirakan Bank Sentral Eropa akan terus menaikkan suku bunga, meskipun diperkirakan hanya naik 25 basis poin, lebih rendah dari kenaikan bulan lalu.
Bank Dunia mengatakan bahwa hambatan dari kenaikan suku bunga kebijakan semakin jelas terlihat. Efek perlambatan juga masih belum mencapai puncaknya karena kondisi kredit menjadi lebih ketat.
Bank Dunia juga mengatakan bahwa prospek pasar negara berkembang sangat mengkhawatirkan karena kenaikan suku bunga yang didorong oleh persepsi hawkish the Fed secara substansial meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan.
Untuk mengurangi risiko dampak terhadap sektor finansial, Bank Dunia mengatakan bahwa bank-bank sentral harus mengomunikasikan niat mereka sedini dan sejelas mungkin untuk menghindari perubahan prospek secara tiba-tiba.
“Pertumbuhan global telah melambat secara tajam dan risiko tekanan keuangan di pasar negara berkembang dan negara berkembang semakin meningkat di tengah-tengah kenaikan suku bunga global,” kata Bank Dunia.
Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengingatkan bahwa perkiraan pertumbuhan ekonomi ini bukanlah hal yang pasti. Oleh karena itu diharapkan semua pihak memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan dengan bekerja sama.
“Cara yang paling pasti untuk mengurangi kemiskinan dan menyebarkan kemakmuran adalah melalui lapangan kerja, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi membuat penciptaan lapangan kerja menjadi jauh lebih sulit,” ujar Ajay.
Sedangkan Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Bank Dunia Indermit Gill mengatakan perekonomian global saat ini sedang dalam posisi yang genting.
“Pada tahun 2023, perdagangan akan tumbuh kurang dari sepertiga kecepatannya pada tahun-tahun sebelum pandemi. Di pasar negara berkembang berkembang, tekanan utang tumbuh karena kenaikan suku bunga,” ungkap Gill. (J03)