JAKARTA (Waspada): Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) memberi sejumlah catatan khusus terkait pelaksanaan Ibadah Haji 2025. Ada sedikitnya lima hal yang terjadi selama pelaksanaan haji tahun ini, yang menurut BP Haji perlu diperhatikan agar tahun depan lebih baik lagi.
Hal itu ditegaskan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Dahnil Anzar Simanjuntak kepada media di Kantor BP Haji, Jakarta, Rabu (11/6) malam.
Catatan pertama mengenai keberadaan multi syarikah. Syarikah haji adalah perusahaan swasta yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi untuk memberikan layanan kepada jemaah haji. Layanan ini meliputi akomodasi, transportasi, konsumsi, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya selama pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Tahun ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama menetapkan 8 syarikah yang bertanggung jawab melayani jamaah.
“Pada kenyataannya, penggunaan 8 syarikah justru menimbulkan kekacauan dan persaingan tidak sehat antar syarikah, serta berdampak pada penurunan kualitas layanan,” ujar Dahnil.
Beberapa yang dinilai BP Haji sebagai kekacauan adalah banyaknya jamaah Indonesia terpaksa berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina, atau dari Arafah ke Muzdalifah. Bahkan, sejumlah jamaah harus menunggu lama di hotel sebelum diberangkatkan ke Arafah.
Persoalan kedua soal ristribusi konsumsi atau katering juga menjadi masalah serius. Dahnil menyebut banyak penyedia katering tidak konsisten dalam menjaga kualitas dan komitmen layanan.Dalam dua hingga tiga hari terakhir, BP Haji masih menemukan sejumlah kasus di mana makanan tidak sampai ke hotel. Akibatnya, jamaah tidak makan pagi, siang, maupun malam.
Ketiga, ketidaksinkronan dalam data jamaah atau big data juga disebut sebagai sumber kekacauan lainnya. Banyak jemamaah yang mengalami kesalahan penempatan hotel hingga kamar.
Keempat adalah terkait kebijakan penggunaan banyak syarikah atau perusahaan layanan haji di Arab Saudi.
“Tahun lalu hanya ada satu syarikah yang menangani pelayanan jemaah, namun tahun ini jumlahnya menjadi delapan. Hal ini menjadi penyebab utama kekacauan,”imbuh Dahniel.
Catatan kelima mengenai pelayanan kesehatan jamaah. Klinik Kesehatan Haji (KKH) Indonesia, menurut Dahnil, tidak dapat beroperasi secara optimal meskipun telah diberikan izin terbatas. Persoalannya adalah kurangnya petugas haji bidang kesehatan.
Dari sejumlah catatan yang ada, Dahniel memberi penekanan pada kebijakan 8 syarikah. Dia mengatakan kalau tahun depan, BP Haji akan menetapkan penggunaan 2 syarikah saja.
“Agar kekacauan tersebut tidak terulang di tahun 2026, BP Haji telah mempertimbangkan hanya akan menggunakan maksimal 2 syarikah pada musim haji 2026,” tegas Dahniel.
BP Haji akan menjadi penyelenggara Haji 2026 dan tengah menunggu perubahan atas UU No 8/2019 tentang pelaksanaan haji dan umrah. (j02)