JAKARTA (Waspada): Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Moh Mahfud MD mengatakan, membrantasan pinjaman online (pinjol) ilegal boleh dilakukan dengan pengesampingkan hukum-hukum wajib lainnya. Karena tujuan bernegara adalah memberikan perlindungan dan kenyamanan warganya.
“Pasalnya, pinjol ilegal ini mengganggu keselamatan dan keamanan rakyat dengan berbagai cara, baik dengan melakukan pemaksaan bayar gunakan jasa debt collector, maupun mengancam peminjam dengan cara-cara tidak etis, seperti menyebarkan identitas dan foto peminjam diedit jadi0 bugil dan sebagainya,” ujarnya dalam webinar pinjaman online legal atau illegal, di Jakarta, Jumat (11/2).
Menurutnya, tujuan bernegara adalah untuk menjamin kesalamatan rakyat. Untuk itu, hukum-hukum lainnya perlu dikesampingkan jika mengancam keselamatan rakyat. Kontrak perjanjian pinjol dengan calon nasabah juga harus dilakukan dengan itikad yang baik dan tidak boleh melanggar kepentingan umum.
Dijelaskan, berdasarkan hukum perdata kegiatan pinjam-meminjam online ini harus sesuai dengan pasal 1320 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Di dalam satu syaratnya berisi tentang klausal yang dihalalkan, diperbolehkan, atau dilegalkan.
“Sedangkan pinjol ilegal ini tidak jelas kehalalannya sebab perjanjian-perjanjian yang ada di dalamnya bisa jadi melalui jebakan-jebakan yang direncanakan, serta tidak memiliki izin yang resmi dari regulator seperti OJK sebagai lembaga pengawas,” tegas Mahfud.
Sering kali pinjol ilegal memancing agar kalau masyarakat tidak mampu membayar dan diancam oleh debt collector, maka masyarakat dapat melaporkannya ke polisi. Tentunya hal ini harus disertai dengan wadah hukum yang melindungi.
Mahfud menuturkan, pinjol illegal ini menetapkan suku bunga yang tinggi, menekan masyarakat dari segala sisi. Sehingga menyebabkan banyak kasus yang dampaknya lebih besar lagi, seperti kasus bunuh diri yang banyak dilakukan oleh nasabah pinjol ilegal.
“Kasus bunuh diri ini sebagai akibat dari tekanan yang ada dan sebagainya. Pemberi pinjaman online ilegal terkesan berada di posisi yang superior, menekan, dan mendikte,” papar Mahfud.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah bersama para pemangku kebijakan lainnya berusaha memberikan perlindungan yang terbaik kepada masyarakat. Salah satunya dengan memberantas pinjol ilegal, sebab subtansinya melanggar nilai-nilai hukum dan keadilan yang ada, serta menyebabkan banyak korban yang berjatuhan.
“Maka dari itu, di sinilah peran para penegak hukum untuk memberi perlindungan terbaik. Terutama para pengacara untuk tidak mudah mengatakan bahwa keputusan pemblokiran ini melanggar kebebasan serta hak usaha para pelaku pinjaman online ilegal,” tegasnya.
Di sisi lain, pinjaman online legal yang berada di bawah pengawasan OJK harus didukung dan dikembangkan. Mereka perlu dihimbau agar memberikan suku bunga yang terjangkau, serta memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. .
“Sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap rakyat, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bekerja sama dengan apple store, playstore, dan google, mensyaratkan kepada pembuat aplikasi untuk mencantumkan izin atau lisensi dari OJK sebagai syarat mutlak pembuatan aplikasi,” ungkap Mahfud.
Dari pihak penyelenggara seperti playstore dan google sudah sepakat untuk tidak akan menampilkan atau mempromosikan aplikasi yang tidak memiliki izin resmi OJK, tentunya guna melindungi masyarakat dari pinjaman yang merugikan,” terang Menko Polhukam.
Mahfud menambahkan, penutupan dan pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo ini merupakan tindakan administratif yang dapat dilakukan negara agar ruang pemberi pinjaman ilegal semakin tertutup dan korban tidak semakin meluas.
“Tentunya langkah ini harus didukung dengan membuka akses pengaduan masyarakat yang mudah dijangkau. Kita harapkan juga agar pinjaman online yang berizin dan legal dapat selalu menyesuaikan diri
dengan aturan serta koridor yang tersedia,” tegasnya.
Pinjaman P2P Meningkat
Sementara itu, Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso melaporkan, total penyaluran pinjaman peer to peer lending (P2P ) hingga Desember atau akhir tahun 2021 mencapai Rp295,85 triliun. Jumlah ini meningkat 89,7 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Adapun penyaluran kredit baru Desember 2021 mencapai 13,61 triliun dan outstanding penyaluran pinjaman sampai saat ini sebesar Rp29,8 triliun, naik 95,05 persen secara tahunan. Untuk total borrower mencapai 73,2 juta entitas serta total lender mencapI 809.494 entitas.
“Artinya secara kumulasi Rp295 triliun tapi sebagian sudah lunas, yang masih outstanding sebagai pinjaman P2P adalah Rp29,8 triliun,” kata Wimboh
Di samping itu ada yang juga yang disebut securities crowdfunding, OJK memberikan kesempatan masyarakat dan UMKM untuk melakukan penggalangan dana (fund raising) melalui surat utang di pasar modal, tapi tidak melalui P2P.
“Securities crowdfunding ini adalah perlu uang, mengeluarkan surat utang di pasar modal. Cuma tidak boleh banyak-banyak, ini maksimum Rp10 miliar. Ini surat utang bisa kita tawarkan kepada pihak yang mempunyai ekstensi likuiditas untuk masuk di situ,” jelasnya.
Pada awal 2021 hingga Februari 2022, OJK mencatat sudah ada 7 platform Securities Crowdfunding yang terdaftar di OJK dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp 437 miliar dengan pemodal sebanyak 96.430 buah entitas.
Selain itu, masih ada kategori-kategori keuangan digital lain yang Di samping itu, masih ada kategori-kategori keuangan digital lain yang berkaitan dengan berbagai produk, di antaranya produk yang berkaitan dengan e-money, dan kaitannya dengan pemasaran melalui berbagai platform digital.
“Ini luar biasa dan regulasinya tidak mesti seluruhnya di OJK. Kami berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan juga nanti tentunya lembaga-lembaga Pemerintahan yang lain,” ujarnya.
Masih Moratorium
Wimboh menegaskan bahwa moratorium atau penundaan masih berlaku untuk pemberian izin operasional kepada platform-platform fintech peer to peer lending. Kebijakan ini untuk mencegah munculnya fintech atau pinjaman online ilegal di masyarakat.
Dia menyampaikan, proses moratorium diperlukan untuk memastikan status masing-masing platform peer to peer lending ini, sekaligus untuk menelaah kembali platform yang belum sesuai dengan regulasi OJK, dengan melihat kapasitas SDM dan operasionalnya dalam menjalankan bisnis.
“Dengan masih berlakunya moratorium, bisa dipastikan hanya ada 103 pinjaman online yang terdaftar di OJK dan berizin di Indonesia,” tandas Wimboh. (J03)