JAKARTA (Waspada.id): Badan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI mendorong adanya simplifikasi regulasi tata kelola pemerintahan desa melalui metode omnibus law.
“Tata kelola pemerintahan desa perlu dilakukan simplifikasi regulasi melalui metode omnibus law sebagai bagian dari rekomendasi kami. DPD juga mendorong peningkatan dana desa sekaligus penguatan mekanisme monitoring penggunaannya,”katar Ketua BULD DPD RI, Stefanus BAN Liow, didampingi Wakil Ketua BULD, Marthin Billa, Abdul Hamid, dan Agita Nurfianti pada rapat dengar pendapat umum membahas tata kelola desa bersama para pakar akademisi, di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/9).
Wakil Ketua BULD DPD RI, Marthin Billa, menilai rapat ini penting untuk memperkuat fungsi pengawasan DPD RI, agar pengelolaan desa tidak hanya sesuai regulasi, tetapi juga berjalan efektif, transparan, dan berkelanjutan.
“DPD RI berkomitmen mengawal regulasi desa agar benar-benar berpihak pada masyarakat,” tukas Marthin.
Menanggapi hal itu, Pakar Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang juga sebagai Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Hairi, menekankan bahwa penguatan desa harus berorientasi pada masyarakat. Ia menyatakan apapun aturannya, desa tidak boleh dibiarkan berjalan liar. Yang perlu diperkuat adalah komunitas masyarakat desa.
“Transparansi dan pencatatan sederhana yang bisa diakses publik adalah kunci tata kelola desa,” ucap Halilul.
Sedangkan akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando, menilai posisi desa seperti daerah tingkat tiga dalam sistem ketatanegaraan. Ia juga melihat, bahwa Kepala desa memiliki kewenangan luas, namun belum disiapkan dengan baik.
“Selama ini hanya ada bimbingan teknis (bimtek), singkat. Desa membutuhkan pendidikan profesi khusus agar aparatur benar-benar kompeten,” jelas Ferry.
Sementara itu, Ketua Umum DPP, Intsiawati Ayus, menekankan masih adanya kekosongan regulasi desa dan hingga kini belum ada peraturan pelaksana yang menjamin perkembangan desa.
“Data desa pun belum utuh. BULD harus mengawal percepatan penyusunan PP hingga aturan teknis agar sinkronisasi pusat, daerah, dan desa bisa berjalan,” tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Sumatera Utara, Muhammad Nuh, menyoroti lemahnya data desa yang terintegrasi. Ia tidak menemuan adanya data perbandingan utuh antara desa dan kelurahan.
“Untuk itu, penerapan Satu Data Indonesia sangat penting agar perencanaan pembangunan desa lebih matang,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Anggota DPD RI asal Kepulauan Bangka Belitung, Darmansyah Husein, yang menilai sistem pengawasan desa masih lemah.
“Aturan memang ada, tetapi kelemahan dari tingkat pusat hingga bawah masih terlihat. Ini harus menjadi perhatian serius agar desentralisasi berjalan baik,” ujarnya.
Di forum itu,anggota DPD RI asal Maluku Utara, Hasby Yusuf, menekankan problematika kebijakan pusat yang kerap menghambat desa.
“Desa menurut UU adalah otonomi asli, tetapi mandat pusat sering justru menyulitkan. Pendamping desa pun masih sarat kepentingan politik. Perlu supervisi yang jelas agar desa benar-benar kuat,” ujarnya.
Melalui rapat dengar pendapat umum ini, BULD DPD RI menegaskan komitmennya memperjuangkan tata kelola desa yang lebih baik, memperkuat sinkronisasi pusat dan daerah, serta memastikan pembangunan desa berorientasi pada kepentingan masyarakat. (id10)