Nusantara

Ceh M Din Terima AKI 2025, Maestro Didong Gayo Menjaga Napas Tradisi

Ceh M Din Terima AKI 2025, Maestro Didong Gayo Menjaga Napas Tradisi
Ceh M Din, seniman Didong asal Gayo, Aceh, menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 kategori Maestro Seni Tradisi oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, di Artpreneur Jakarta, Rabu (17/12). Waspada/Ist
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id) : Seniman didong asal Gayo, Ceh M Din, menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 kategori Maestro Seni Tradisi. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, didampingi Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, dalam seremoni yang berlangsung di Artpreneur Jakarta, Rabu (17/12).

Pada kesempatan yang sama, seniman Aceh lainnya, Yusri Saleh atau akrab disapa Dek Gam, juga menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025 kategori Pelopor dan atau Pembaharu.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Ceh M Din tampil mengenakan busana bermotif kerawang Gayo. Ia tiba di Jakarta pada Selasa, 16 Desember 2025, dalam kondisi kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Kampung Linge, Aceh Tengah. Perjalanan tersebut ia lakukan di tengah situasi sulit, menyusul bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Tanah Gayo dalam beberapa pekan terakhir.

Dengan suara bergetar, Ceh M Din menyampaikan rasa syukurnya. “Alhamdulillah, terima kasih atas Anugerah Kebudayaan yang disematkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” ujarnya singkat, penuh haru.

Maestro Didong dari Tanah Gayo

Ceh M Din, lahir di Bebesen, Aceh Tengah, 25 Mei 1953, tumbuh dalam lingkungan yang sarat tradisi didong—seni tutur dan ritmis khas Gayo yang menjadi identitas kultural masyarakatnya. Ayahnya, Haji Semaun, merupakan ceh legendaris dari Grup Didong Kabinet Tue. Dari sang ayah, ia pertama kali mengenal ritme tuk, sarik, gelduk, guk, jangin, dan denang, jauh sebelum ia memahami bahwa irama itu kelak akan menjadi napas hidupnya.

Masa kecilnya dihabiskan di Kampung Simpang Kelaping, Kecamatan Pegasing. Ia menamatkan pendidikan di PGAN 4 Tahun (1971) dan PGAN 6 Tahun (1973). Pada 1999, ia mengikuti penyetaraan D2 di IAIN Syekh H. Nurjati Cirebon dan meraih ijazah Drs. Namun, dunia sejatinya adalah didong.

Pada usia 15 tahun, ia mulai berdidong secara serius. Meski sempat dilarang ayahnya—karena kekhawatiran masa depan—semangatnya tak pernah surut. Ia belajar secara otodidak, mengikuti naluri dan kecintaan yang telah mendarah daging.

Perjalanan keseniannya melewati berbagai grup besar: Didong Kabinet, Didong Winar (1970–1976), dan Timang Rasa (1977–1979). Bersama Winar Bujang, ia aktif dalam didong jalu, berhadapan dengan grup-grup ternama seperti Musara Bintang dan Teruna Jaya Toweren.

Pada dekade 1970-an, didong bukan sekadar hiburan. Seni ini menjadi sarana gotong royong sosial, menggalang dana untuk pembangunan masjid, madrasah, dan fasilitas publik—di antaranya Masjid Pondok Baru, MA 1 Pondok Baru, hingga Masjid Raya Takengon.

Dari TIM hingga Panggung Maestro

Tahun 1978, Ceh M Din tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM) dalam pergelaran didong jalu nasional. Ia kembali tampil di TIM pada 1982, dan menerima Piagam Penghargaan Seniman Didong dalam pergelaran Didong Semalam Suntuk.

Pada 1983, ia terlibat dalam kolaborasi bersejarah antara didong dan sastra modern—membawakan Sali Gobal bersama Grup Kemara, dipadukan dengan pembacaan puisi oleh Renny Djayoesman, terjemahan LK Ara dan M. Junus Melalatoa. Pertunjukan ini dicatat sebagai kolaborasi pertama didong dengan sastra modern di Indonesia.

Aktivitas panggungnya terus berlanjut. Sepanjang 2025, Ceh M Din tampil dalam Panggung Maestro Museum Nasional (11–12 Juli), Festival Kata KOMPAS di Bentara Budaya Jakarta (17 Oktober), serta HUT ke-23 Warung Apresiasi Bulungan (19 Oktober).

Sejak 1984, ia juga aktif sebagai pelatih dan pendidik didong, termasuk mengembangkan Didong Dakwah bersama Tgk. Irwansyah hingga ke pedalaman Aceh Timur. Ia menjadi penyaji ceramah musik tradisional di Institut Kesenian Jakarta (2000), narasumber seminar, juri festival, dan mentor generasi muda.

Pada 2025, selain menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, ia juga dianugerahi Penghargaan Pelestari Seni Didong oleh Bupati Aceh Tengah dan terpilih sebagai peserta Panggung Maestro VIII Museum Nasional Jakarta.

Kini, Ceh M Din tetap setia tinggal di Simpang Kelaping, Pegasing, Aceh Tengah—menjaga denyut didong agar terus hidup.
Dek Gam: Penggerak Ratoh Jaroe dari Jakarta

Sementara itu, Yusri Saleh atau Dek Gam, seniman kelahiran Banda Aceh, 5 Februari 1977, menerima AKI 2025 atas perannya sebagai penggerak dan pencipta Tari Ratoh Jaroe. Ia dikenal luas dengan julukan “The King of Ratoh Jaroe”, sebuah pengakuan atas perannya melesatkan tarian ini di tingkat nasional dan internasional.

Ratoh Jaroe merupakan tari kreasi yang dikembangkan Dek Gam dengan menggabungkan berbagai unsur tari Aceh seperti Saman Gayo, Likok Pulo, Meuseukat, dan Rapai Geleng. Menariknya, tarian ini justru berkembang pesat di Jakarta dan sekitarnya, bukan di Aceh, dan kemudian menyebar ke berbagai negara.

Perjalanan hidup Dek Gam dimulai dari bawah. Ia berangkat ke Jakarta pada 8 November 1999, menumpang bus umum dari Banda Aceh. Di Jakarta, ia sempat tidur di kantor penghubung Aceh dan bekerja sebagai tukang cuci mobil serta cleaning service, sebelum akhirnya dipercaya melatih tari Aceh di Anjungan Aceh TMII.

Kariernya melejit setelah melatih SMA 70 Jakarta, yang menjuarai festival tari Aceh. Sejak itu, Dek Gam mengajar Ratoh Jaroe di puluhan sekolah menengah bergengsi, membentuk komunitas Rumoh Budaya, serta melatih dan tampil hingga ke luar negeri. Ratoh Jaroe yang ia kembangkan telah menjadi ruang hidup dan sumber penghidupan bagi banyak pelatih tari Aceh di Jakarta.(id87)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE