JAKARTA (Waspada): Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dan Pemerintah sepakat menurunkan anggaran subsidi energi sebesar Rp1,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Hukum dan HAM, dan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu (4/9/2024) di Kompleks DPR, Jakarta.
Tujuan rapat itu membahas penetapan postur sementara RUU APBN Tahun Anggaran 2025 berdasarkan hasil Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan dalam rangka Pembicaraan Tingkat 1/Pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025.
“Bahwa DPR dan pemerintah telah menyepakati anggaran subsidi energi 2025 total senilai Rp203,4 triliun. Jumlahnya turun Rp1,1 triliun dari RAPBN awal yakni Rp204,5 triliun,” ujar Menkeu dalam Banggar.
Menurutnya, subsidi berubah mengikuti [asumsi nilai tukar] rupiah dalam kesepakatan Panja, dari Rp16.100 menjadi Rp16.000 [per dolar AS].
“Secara rinci, total anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram mencapai Rp113,7 triliun,” katanya.
Menkeu nengatakan, anggaran subsidi BBM 2025 dipatok Rp26,7 triliun sedangkan anggaran subsidi LPG 2025 dipatok Rp87,0 triliun. Adapun, anggaran subsidi listrik 2025 dipatok senilai Rp89,7 triliun.
“Terdapat penurunan belanja subsidi energi Rp1,1 triliun dari RAPBN 2025, digunakan untuk tambahan kompensasi BBM dan listrik,” ujar Sri Mulyani.
Nilai tukar menjadi salah satu komponen yang memengaruhi besaran subsidi energi, karena Indonesia mengimpor minyak dan gas.
Transaksi impor dilakukan dengan mata uang dolar AS, sehingga apabila nilai tukar rendah, anggaran subsidi yang dikeluarkan pun menjadi lebih kecil. Sebaliknya, jika dolar mahal atau nilai tukar rupiah melemah, anggaran subsidi energi bisa meningkat.
Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan, dalam postur sementara APBN 2025, Kementerian Keuangan merancang belanja Pemerintah akan tetap senilai Rp3.621,31 triliun, meski terdapat empat program Quick Win milik presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Secara umum empat program tersebut akan memakan kas negara senilai Rp113 triliun dan akan diambil dari berbagai cadangan,” jelasnya.
Dalam hal tersebut, Menkeu akan melakukan formulasi ulang pada komposisi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan non K/L, agar anggaran Belanja Negara tetap senilai Rp3.621,31 triliun.
“Ini diambil dari belanja nonK/L yaitu dari berbagai cadangan. Cadangan Belanja Negara turun Rp28,39 triliun dan Cadangan Anggaran Pendidikan turun Rp66,85 triliun, Cadangan TKD [transfer ke daerah] turun Rp14,38 triliun,” ungkap Menkeu.
Dengan begitu, lanjutnya, maka anggaran untuk program-program kampanye milik Prabowo-Gibran tersebut akan masuk dalam pos Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebagai belanja K/L.
Komposisi belanja K/L mengalami kenaikan dari Rp976,79 (RAPBN 2025) menjadi Rp1.094,66 triliun dalam postur sementara APBN 2025 atau naik Rp117,87 triliun.
Adapun, kenaikan belanja K/L tersebut tidak seluruhnya untuk belanja program prioritas Prabowo. Program Quick Win akan menghabiskan Rp113 triliun, sementara sisa Rp4,87 triliun akan disiapkan untuk tambahan anggaran bagi DPR/MPR.
“Kita memberikan tambahan belanja untuk lembaga-lembaga tinggi negara. Untuk DPR MPR, adanya penambahan anggota dan pimpinan kita antisipasi, jadi kita sudah masukan di situ,” tutur Menkeu.
Secara garis besar, sambungnya, usulan Quick Win itu terdiri dari empat program. Namun, apabila dihitung dengan turunannya, terdapat enam program yang akan dijalankan oleh tujuh K/L.
Terbesar, terdapat program Makan Bergizi Gratis atau makan siang gratis yang akan dijalankan oleh Badan Gizi Nasional, dengan menyasar kepada ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan siswa di seluruh jenjang pendidikan itu menelan anggaran Rp71 triliun. (J03)