JAKARTA (Waspada.id): DPR RI resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria dalam Rapat Paripurna Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 yang digelar di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10).
Pembentukan Pansus ini diharapkan menjadi langkah konkret untuk merespons persoalan agraria yang selama ini menjadi sumber konflik sosial di berbagai daerah.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang memimpin rapat paripurna menegaskan pembentukan Pansus merupakan tindak lanjut dari hasil rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI pada 1 Oktober 2025, melibatkan pimpinan DPR dan fraksi-fraksi untuk menyepakati perlunya forum khusus dalam menangani isu agraria.
“Kami informasikan bahwa rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah DPR RI antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi pada 1 Oktober 2025, telah membentuk tim Pansus Penyelesaian Konflik Agraria,” katanya.
Dasco pun meminta persetujuan terkait susunan keanggotaan Pansus. “Terhadap Tim Pansus Penyelesaian Konflik Agraria dan susunan keanggotaannya, apakah dapat disetujui?” tanyanya, yang dijawab serentak “setuju” oleh anggota DPR RI yang hadir di rapat paripurna itu.
Dengan persetujuan tersebut, susunan keanggotaan Pansus resmi disahkan. Pansus terdiri atas 30 orang anggota DPR RI yang berasal dari seluruh fraksi . Komposisinya melibatkan lintas komisi karena permasalahan agraria dinilai multi-sektoral dan menyentuh berbagai bidang, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, lingkungan hidup, hingga pembangunan infrastruktur.
Lebih jauh, Dasco menyampaikan bahwa DPR RI juga mendorong pemerintah untuk segera menata ulang tata ruang wilayah di Indonesia. Pansus Penyelesaian Konflik Agraria ini merupakan bentuk komitmen DPR dalam rangka menyelesaikan masalah agraria. Pembentukan Pansus menjadi keputusan saat rapat audiensi dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Dengan terbentuknya Pansus Penyelesaian Konflik Agraria, DPR RI berkomitmen memperkuat perannya sebagai lembaga representasi rakyat sekaligus mitra pemerintah dalam mencari solusi. Pansus diharapkan mampu merumuskan rekomendasi kebijakan yang konkret, mendorong sinkronisasi regulasi antar-sektor, serta memastikan kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam.
Selain itu, Pansus juga dituntut untuk membuka ruang partisipasi publik, mendengar langsung aspirasi dari petani, nelayan, dan masyarakat terdampak, serta menjembatani komunikasi antara rakyat, pemerintah, dan dunia usaha. (id10)