JAKARTA (Waspada.id): Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menegaskan kebijakan pemerintah pusat dalam Rancangan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2026 yang memangkas Transfer ke Daerah (TKD) secara signifikan, tidak bisa dipandang sebelah mata.
Menurutnya, pemangkasan ini berpotensi menekan ruang fiskal pemerintah daerah, terutama di wilayah yang masih sangat bergantung pada dana pusat.
“Berkurangnya TKD harus menjadi alarm serius bagi semua pihak. Pemerintah Daerah perlu segera menyiapkan strategi alternatif agar pelayanan publik dan pembangunan sosial tidak terganggu,” ujar Filep Wamafma dalam relisnya yang diterima Minggu (7/9/2025) di Jakarta.
Ketua Komite III mengingatkan, pengurangan alokasi TKD bisa berimplikasi langsung pada sektor-sektor yang menyangkut kehidupan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, hingga pemberdayaan pemuda dan olahraga.
“Seluruh sektor itu merupakan lingkup kerja Komite III. Jangan sampai pemangkasan anggaran di pusat justru mengorbankan hak dasar rakyat di daerah,” tegasnya.
Meski demikian, ia menilai momentum ini harus dimaknai positif oleh daerah. Pemerintah Daerah dituntut untuk tidak bergantung penuh pada pusat, melainkan mulai berani mengoptimalkan potensi fiskal lokal, aset daerah, hingga mendorong investasi strategis.
“DPD mendorong agar daerah memperkuat kemandirian fiskal. Namun, pemerintah pusat juga harus memberi ruang regulasi yang jelas agar daerah bisa berinovasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, inovasi daerah tersebut jangan menggunakan cara instan, seperti menaikkan pajak dan retribusi dengan presentase kenaikan signifikan yang bisa membebani rakyat kecil. Sebaiknya dibicarakan dengan pemangku kepentingan, dengan partisipasi yang bermakna.
“DPD akan menjadi jembatan atau mediator terkait hubungan pusat-daerah, terutama soal TKD”, tegasnya.
Ketua Komite III juga mengingatkan bahwa visi Indonesia Emas 2045 hanya bisa tercapai jika hubungan pusat–daerah berjalan seimbang.
Pemangkasan TKD jangan sampai memunculkan kesenjangan pembangunan antarwilayah.
“DPD RI akan mengawal isu ini, karena kesejahteraan masyarakat di daerah tidak boleh dikorbankan atas nama efisiensi semata,” pungkasnya.(id10)