JAKARTA (Waspada): Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga, Henri Subiakto menyebut hacker Bjorka yang meretas sejumlah data pejabat Indonesia merupakan momentum penegak hukum harus bisa menangkap atau menindak pembocor data pribadi.
“Kita enggak tahu apakah Bjorca itu betul-betul dia hacker dari luar. Kalau dia dari luar syukur. Berarti musuh kita dari luar. Tapi jangan-jangan dia dari dalam. Jangan-jangan dia kerjasama dengan yang data-datanya dianggap sebagai bocor. Kalau itu terjadi berarti ada persoalan sumber daya manusia (SDM) di dalam. Ada persoalan tidak loyal, ada persoalan terkait dengan moralitas,”ungkap Henri Subiakto dalam diskusi Forum Legislasi bertema, Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), Komitmen DPR Lindungi Data Pribadi di Media Center DPR RI, Jakarta Selasa (13/9).
Selain Henri Subiakto, tampil sebagai pembicara dalam Forum Legislasi DPR RI ini adalah Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno dan Anggota Komisi I DPR Rizki Aulia Rahman Natakusumah .
Menurut Henri, cyber scurity itu bukan ditentukan oleh teknologi yang kita kuasai, bukan hanya prosedur sistemnya harus bagus. Tetapi tidak kalah penting adalah SDMnya, humannya, manusianya.
“Kalau manusianya tidak bermoral suka membocorkan kepada temannya, apalagi ada motif-motif politik, hancur cyber scurity kita,” tandasnya.
Namun demikian isu nasional mengenai hacker Bjorka sebenarnya menguntungkan Undang-Undang PDP. Minimal DPR sepakat, RUU PDP harus segera diundangkan lebih cepat.
“Jangan sampai orang-orang seperti Bjorka semakin banyak dan semakin berkembang di negeri ini,” tukasnya.
Anggota Komisi I Fraksi Golkar Dave Akbarshah Fikarno menyatakan, RUU PDP setelah dibahas selama dua tahun, akhirnya Komisi I DPR RI akan segera mengesahkan RUU PDP itu.
RUU ini mengamanatkan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga PDP yang sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden untuk membuat aturan turunannya, peraturan presiden (Perpres) dan lainnya untuk dijalankan.
“RUU ini tinggal disahkan dalam paripurna DPR RI dalam waktu dekat ini. DPR memberi otoritas hukum kepada pemerintah bagaimana membentengi keamanan data pribadi ini dengan protokol lebih tegas, aman, dengan sinergi dengan lembaga dan kementerian yang ada,”ujarnya.
Dave mengatakan sinergi dengan kementerian dimaksudkan, agar membuat program baru bersama untuk melindungi keamanan data pribadi tersebut. Misalnya, apa perlu merekrut para hecker, untuk menyebarluaskan informasi positif bagi kepentingan bangsa dan negara.
Lalu kenapa hecker tidak bisa ditangkap? Persoalannya kebocoran ini dari dalam atau luar?
AS sendiri data intelejennya juga bocor, padahal pengamanannya lebih canggih.
“Ini menjadi pertanyaan saya juga, kenapa hecker itu tak bisa ditangkap? Tapi, jangan juga hecker itu dijadikan musuh bersama,” ungkap Dave.
Menurut Rizki Aulia Natakusumah, DPR hanya berharap sistem keamanan data pribadi harus benar-benar terjaga, dan ada UU lex spcialist untuk pengendali data kalau terjadi kebocoran.
Karena itu, ke depan DPR berharap semua pengendali data tunduk pada UU PDP ini.
“Lembaga PDP ini harus di bawah Presiden, agar lebih efektif dalam menyelesaikan sengekta di luar pengadilan dan bisa masuk ke semua pihak sehingga tidak ada yang dirugikan. Jangan sampai tajam saat menghadapi swasta, tapi tumpul ketika berhadapan dengan pengendali internal pemerintah sendiri, tandas Rizki.
Disebutkan RUU PDP ini memberi ruang kepada masyarakat untuk menjalankan berbagai bentuk usahanya, dan tentu berbeda sanksinya bagi tukang pulsa dengan google.(j04)











