JAKARTA (Waspada.id): Polemik rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden R ke-2 Soeharto, kian memanas. Setelah Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning menyatakan penolakan keras, Partai Golkar menegaskan tetap teguh mendukung usulan tersebut.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Idrus Marham, menilai komentar Ribka yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” adalah bentuk penilaian emosional yang mengabaikan fakta sejarah. Menurut Idrus, warisan pembangunan dan stabilitas nasional yang ditinggalkan Soeharto tidak bisa dihapus hanya karena perbedaan pandangan politik.
“Golkar tidak akan mundur satu langkah pun. Jasa Pak Harto bagi bangsa ini nyata, tidak bisa dihapus dari sejarah. Perdebatan boleh terjadi, tapi fakta sejarah tidak bisa dibantah,” ujar Idrus di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Sebelumnya, Ribka Tjiptaning secara tegas menolak rencana pemberian gelar tersebut. Ia bahkan menyebut Soeharto tak layak menjadi pahlawan nasional karena dianggap sebagai pelanggar HAM berat.
“Kami hormati pandangan Bu Ribka dan teman-teman yang menolak, tapi jangan menutup mata terhadap kontribusi besar Pak Harto. Stabilitas nasional, pertanian, industrialisasi, pendidikan, dan pembangunan ekonomi modern dimulai di era beliau,” kata Idrus
Ia menegaskan, tidak ada pemimpin yang sempurna, termasuk Soeharto. Namun, kata Idrus, menolak gelar pahlawan dengan alasan politik justru menunjukkan sikap yang tidak objektif terhadap perjalanan sejarah bangsa.
“Sejarah tidak bisa dihapus dengan emosi politik. Kalau kita ingin adil, lihatlah secara utuh, ada sisi kelam, tetapi juga ada kontribusi besar terhadap kemajuan Indonesia,” imbuhnya.
Polemik ini muncul setelah Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Senin (3/11/2025). Dalam pertemuan itu, Golkar secara resmi menyampaikan aspirasi agar Soeharto dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
“Bapak Presiden menerima aspirasi dari Golkar tentang permohonan agar Pak Harto menjadi Pahlawan Nasional,” kata Bahlil.
Presiden Prabowo, menurut Bahlil, merespons positif dan akan mempertimbangkan usulan tersebut melalui mekanisme internal pemerintah.
Dari data Kementerian Sosial, Soeharto termasuk dalam 40 tokoh yang diusulkan menerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Namun, nama Soeharto menjadi yang paling kontroversial, memicu gelombang penolakan dari lebih dari 500 akademisi, aktivis HAM, dan tokoh masyarakat. Mereka menilai, pelanggaran HAM dan praktik korupsi di masa Orde Baru belum pernah dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral.
Menanggapi itu, Idrus menegaskan Golkar tetap menghormati perbedaan pandangan, tetapi menyerukan agar bangsa ini belajar melihat sejarah secara proporsional.
“Kami hormati yang menolak, tapi jangan abaikan fakta sejarah. Penghormatan terhadap jasa Pak Harto bukan glorifikasi, tapi pengakuan terhadap bagian penting perjalanan bangsa ini,” tegas Idrus. (id10)












