Scroll Untuk Membaca

EkonomiNusantara

Indonesia Telah Lama Alami Deindustrialisasi Dini

Indonesia Telah Lama Alami Deindustrialisasi Dini
Kilang minyak/ist
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Deputi III Bidang Perekonomian Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono menyatakan bahwa Indonesia telah lama mengalami deindustrialisasi dini, yakni sektor manufaktur menjadi tidak kompetitif sebelum mencapai puncak kejayaannya.

“Kondisi industri manufaktur kita bisa dibilang layu sebelum berkembang,” katanya dalam acara Seminar Nasional Indef bertajuk Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi, di Jakarta pada Kamis (3/10/2024),
mewakili Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Indonesia Telah Lama Alami Deindustrialisasi Dini

IKLAN

Dalam paparannya, Edy mencantumkan bahwa deindustrialisasi dini sebenarnya telah terjadi di Indonesia sejak 2001, dan diperparah munculnya kasus Covid-19.

“Artinya, lebih dari 23 tahun Indonesia berjibaku dengan perlambatan kontribusi industri manufaktur, seperti dalam 10 tahun terakhir ketika kinerja manufaktur selalu di bawah laju pertumbuhan ekonomi,” jelas Edy.

Masalahnya, perlambatan industri manufaktur tidak diiringi pertumbuhan signifikan di sektor lain, misalnya jasa. Hal itu pun menandakan terjadinya deindustrialisasi dini di Indonesia.

“Sebenarnya yang dipersoalkan bukan deindustrialisasinya, karena kalau ekonomi semakin maju itu makin besar peranan dari sektor jasa. Nah, di kita, deindustrialisasi terlalu dini, sebelum mencapai level mature industri kita sudah tidak kompetitif lagi,” ujar Edy.

Menurutnya, secara alamiah memang akan terjadi proses transformasi perekonomian dari yang awalnya didominasi sektor pertanian, kemudian berganti ke sektor industri. Hal itu terjadi di banyak negara maju sejak dahulu.

Pada tahap akhir, peran dominan sektor industri beralih ke sektor jasa. Peralihan itu ditandai dengan semakin besarnya porsi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB), tetapi industri manufaktur tidak lantas tersisihkan.

Dia menyoroti bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur juga tidak baik-baik saja. Dalam tiga bulan terakhir, PMI manufaktur Indonesia berada dalam zona kontraksi atau di bawah 50, dengan angka terakhir per September 2024 di 49,2.

“Sementara sektor jasa yang berkembang itu jasa-jasa yang, kalau boleh dikatakan tidak menjamin kesejahteraan. Ini juga menjadi tantangan tersendiri,” ungkap Edy.

Kemenperin Menangkal

Senentara itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menangkal, kondisi deindustrialisasi disematkan, karena hingga saat ini industri nasional masih terus tumbuh positif.

“Deindustrialisasi bisa disematkan apabila pertumbuhan manufaktur mencapai 0% atau bahkan minus. Jadi tidak tepat bahwa istilah deindustrialisasi ini disematkan pada kondisi industri manufaktur saat ini,” ujar Febri kepada wartawan, Kamis (3/10/2034).

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas atau manufaktur pada triwulan II/2024 mencapai 4,63% (year-on-year/yoy), masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu.

Menurut Febri, manufaktur nasional justru menunjukkan resiliensi karena pada masa pandemi pun pertumbuhannya masih berada di level 4%-5% yoy.

Dia juga menyebut, kontribusi terhadap PDB mulai menunjukkan adanya pemulihan ke level 19% yoy, meski masih di bawah sedekade lalu 21% yoy.

“Jadi kalau menurut kami tidak tepat. Kita sekarang kan banyak investasi misalnya di program hilirisasi nikel itu kan tumbuh sangat pesat sampai 3.000% selama pemerintahan Pak Jokowi,” tutur Febri.

Pada industri crude palm oil (CPO), sambungnya, menunjukkan upaya hilirisasi CPO yang cukup tinggi nilai tambahnya. Secara keseluruhan, nilai tambah manufaktur atau manufacturing value added (MVA) mencapai US$255 miliar atau setara dengan Rp4.119 triliun pada 2023.

Secara keseluruhan, nilai tambah sektor manufaktur di Tanah Air ini meningkat hingga 36,4% secara tahunan. Pasalnya, pada tahun sebelumnya MVA Indonesia tercatat sebesar US$187 miliar.

“Jadi tidak tepat disematkan diindustrialisasi pada industri manufaktur sekarang ataupun juga disebutkan sebagai diindustrialisasi dini,” jelasnya.

Febri menilai kondisi manufaktur yang tergerus saat ini lebih disebabkan adanya perubahan struktural manufaktur ke industri jasa yang terjadi di negara berkembang. (J03)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE