
JAKARTA (Waspada): Indonesia menempati posisi ketiga untuk pertumbuhan ekonomi syariah dunia, berdasarkan data Global Islamic Economy Indicator tahun 2023. Namun, masih terdapat tantangan besar dalam pengembangan ekonomi syariah di tanah air yaitu tingkat literasi dan inklusi ekonomi syariah yang masih tergolong rendah.
“Data Otorita Jasa Keuangan 2023 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 39,11% dan tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 12,88%,” ujar Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, Ph.D., dalam 9th Gadjah Mada International Conference on Islamic Economics and Business (GamaICIEB) di terima di Jakarta, Rabu (2/19/2024).
GamaICIEB merupakan konferensi rutin tahunan yang diselenggarakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Pada tahun ini, konferensi mengusung tema “Islamic Financial Literacy and Inclusion: Dynamics and Advancement in Accounting, Business and Economics”.
Selain Sutan Emir Hidayat, konferensi tersebut turut menghadirkan Prof. M. Kabir Hassan dari University of New Orleans, USA dan Guru Besar Bidang Manajemen FEB UGM, Prof. Nurul Indarti, Sivilokonom., Cand.Merc., Ph.D
Sutan Emir menjelaskan, terdapat berbagai tantangan dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah. Salah satunya adalah akses terhadap layanan keuangan syariah di kawasan pedesaan dan Indonesia bagian tengah dan timur masih terbatas.
“Kondisi tersebut menjadi salah satu tantangan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Masih banyak blank spot dalam layanan keuangan Islam, terutama di wilayah pedesaan serta Indonesia bagian tengah dan timur,” ungkapnya.
Sutan Emir menyebutkan minimnya akses layanan keuangan syariah tersebut menghambat pemenuhan kebutuhan keuangan Islam. Hambatan tersebut terutama untuk transaksi keuangan yang terkait kegiatan keagamaan seperti haji, umrah, qurban, zakat, infaq, sadakah, serta wakaf.
“Tantangan lain dalam peningkatan inklusi keuangan syariah adalah kurangnya dukungan dari pemimpin komunitas dan tokoh agama untuk merekomendasikan keuangan syariah kepada masyarakat. Termasuk rendahnya literasi keuangan syariah sehingga berpengaruh terhadap inklusi keuangan syariah,” jelasnya.
Sutan Emir menyampaikan, KNEKS berupa meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan syariah bagi beberapa kelompok. Ada empat kelompok prioritas dalam program literasi inklusi keuangan syariah.
Pertama, berdasar usia yaitu masyarakat dalam rentang usia 15-17 tahun dan 51-79 tahun. Kedua, berdasar wilayah yakni masyarakat di area pedesaan. Ketiga, berdasar pekerjaan yakni pelajar, petani, peternak, nelayan, tidak bekerja dan lainnya. Keempat, berdasarkan tingkat pendidikan yaitu lulusan Sekolah Dasar atau dibawahnya.
“Kelompok ini merupakan segmen populasi dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional, berdasar hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024,” paparnya.
Sementara Prof. M. Kabir Hassan dari University of New Orleans, USA, menyampaikan pentingnya literasi keuangan dilakukan untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Selain itu, literasi keuangan yang baik tidak hanya memungkinkan masyarakat membuat keputusan finansial yang tepat, tetapi juga mengurangi kerentanan terhadap penipuan dan kesalahan manajemen keuangan,” tuturnya.
Menurut Hassan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam meningkatkan literasi keuangannya. Beberapa diantaranya dikarenakan perbedaan demografi dan tingkat pendidikan yang bervariasi, dampak pandemi terhadap perilaku keuangan, serta meningkatnya kejahatan siber terkait layanan keuangan digital.
Dia menyebutkan pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) 2021-2025. Upaya tersebut diambil untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Hassan merekomendasikan Indonesia untuk memperkuat pendidikan literasi keuangan. Salah satunya dilakukan melalui kolaborasi dengan sektor publik dan swasta, serta belajar dari strategi global untuk meningkatkan pemahaman finansial masyarakat.
Sedangkan Guru Besar Bidang Manajemen FEB UGM, Prof. Nurul Indarti, Sivilokonom., Cand.Merc., Ph.D., lebih banyak menyoroti tentang peran sumber daya dalam kinerja perusahaan, baik dari perspektif konvensional maupun Islam.
Dalam penelitian yang dilakukannya bersama tim membandingkan antara perusahaan syariah dengan perusahaan konvensional. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan syariah secara umum lebih stabil dan efisien dibandingkan dengan perusahaan non-syariah.
Perusahaan syariah mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dalam menjalankan operasional bisnis, memastikan bahwa setiap aspek keuangan mematuhi prinsip-prinsip Islam.
Selain itu, kontribusi dari efisiensi modal manusia (Human Capital Efficiency) yang tinggi juga terbukti mendukung kinerja keseluruhan perusahaan syariah. Perusahaan syariah sangat menghargai pertumbuhan yang seimbang dan pengambilan keuntungan secara etis. (J03)