JAKARTA (Waspada.id): Menjelang Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) pada 9 Desember, aktivis Sumatera Utara, Ariswan, menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Desakan ini muncul di tengah sorotan terhadap komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang dinilai belum optimal.
Ariswan menilai, Hakordia harus menjadi momentum refleksi nasional untuk penegakan hukum yang adil dan bebas dari kepentingan politik. Ia menyoroti dugaan praktik tebang pilih dalam penegakan hukum oleh KPK, yang menurutnya mengancam masa depan hukum dan demokrasi di Indonesia.
“Peringatan Hakordia harus menjadi momen introspeksi nasional, bukan panggung pencitraan. Melawan korupsi berarti menegakkan kembali kehormatan bangsa,” tegas Ariswan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11/2025).
Ia mendesak Presiden Prabowo dan DPR RI untuk mengevaluasi pimpinan KPK yang diduga diskriminatif dalam penegakan hukum. Ariswan mencontohkan perbedaan perlakuan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau dan Kolaka Timur, dibandingkan dengan kasus di Sumatera Utara yang melibatkan pejabat Pemprov namun tidak menyeret Gubernur.
“Di Sumatera Utara, kepala daerahnya tidak tersentuh sama sekali, padahal posisinya sebagai penanggung jawab tertinggi dalam proyek-proyek yang sedang disidik. Ini sangat janggal,” ujarnya.
Ariswan menambahkan, jika penegakan hukum terus tunduk pada kepentingan politik, korupsi akan subur karena lemahnya integritas aparat penegak hukum. Ia berharap Hakordia 2025 menjadi titik balik untuk menegakkan hukum yang berkeadilan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap KPK. (id23)












