Ketua Tim Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian RI Jimly Asshiddiqie (tengah) saat merespons laporan PT Artha Bumi Mining (PT ABM) di Jakarta, Selasa (9/12/2025). Waspada.id /Ist
JAKARTA (Waspada) : Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian RI merespons laporan PT Artha Bumi Mining (PT ABM) di Jakarta, Selasa (9/12/2025). Ketua Tim Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian RI Jimly Asshiddiqie meminta penanganan kasus tambang di Morowali sebaiknya dilimpahkan di Mabes Polri.
“Sebaiknya kalau kasus ini ditanyakan ke Polri (Propam dan Paminal),” ujar Jimly.
Ia mengaku, hari ini menerima banyak masukan untuk reformasi kepolisian. Dari Kompolnas, para advokat dari berbagai organisasi profesional, Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan
“Termasuk kasus seperti di Polda Sulteng. Ini akan dijadikan oleh kami sebagai bahan masukan untuk membenahi institusi kepolisian,” katanya.
“Semua masukan termasuk dari tim kuasa hukum PT ABM akan kami pelajari sebagai bahan untuk membenahi Kepolisian,” sambung Jimly.
Dalam perkara ini, PT ABM melaporkan anomali penanganan kasus tambang di Kabupaten Morowali oleh instansi kepolisian ke Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Sebelumnya, dalam pertemuan di kantor Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian, Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (9/12/2025), PT ABM melalui kuasa hukumnya Teguh Satya Bhakti & Patners mengungkap indikasi relasi kuasa antara kepolisian dengan mafia tambang, khususnya dalam peristiwa penghentian penyidikan kasus penggunaan surat palsu terkait izin usaha pertambangan (IUP), 31 Oktober lalu.
“Bulan Juli 2023 PT ABM melaporkan PT BDW ke Polda Sulteng terkait dugaan penggunaan surat palsu IUP. Sudah ada tersangkanya, juga sudah dilakukan proses penangkapan dan penahanan,” kata Bahrain.
Dalam proses penyidikan, menurutnya, pihak tersangka melakukan proses praperadilan tentang keabsahan penangkapan, penahanan, dan bukti. Putusan Pengadilan Negeri Palu menolak praperadilan tersebut serta memerintahkan Polda Sulawesi Tengah melanjutkan proses penyidikan karena dianggap telah sah dan telah cukup dua alat bukti.
“Tetapi nyatanya, Polda Sulteng tidak melanjutkan proses tersebut malah menerbitkan SP3 (surat penghentian penyidikan). Ini kan aneh sekali,” ungkapnya.
“Tindakan ini jelas menentang putusan praperadilan Pengadilan Negeri Palu Nomor 8/Pid.Pra/2025/PN Pal., tanggal 20 Mei 2025,” imbuhnya.
Ia meminta kepada Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian RI untuk merekomendasikan, agar Polri tidak gentar terhadap relasi kuasa mafia tambang, serta berani menegakkan prinsip negara hukum. “Kami juga minta Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian untuk mengawal proses hukum ini secara profesional,” tegasnya. (id87)











