JAKARTA (Waspada): Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Soesatyo mengungkapkan, Kadin bersama Kejaksaan Agung
akan membuat Nota Kesepahaman untuk bekerjasama memberikan edukasi kepada asosiasi usaha yang berada di bawah naungan Kadin di berbagai daerah terkait pelaksanaan Omnibus Law UU. No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sekaligus memberikan edukasi tentang berbagai peraturan di kejaksaan yang terkait dengan penegakan hukum dalam bidang usaha.
Kadin dan Kejaksaan Agung juga akan membuat tim kerja yang berfungsi untuk memonitoring pelaksanaan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di berbagai daerah agar investor lokal maupun luar negeri bisa berinvestasi sesuai ketentuan, tanpa mendapatkan hambatan serta kriminalisasi dari berbagai oknum sipil maupun aparat yang tidak bertanggungjawab
“Tim Kerja Kadin – Kejaksaan Agung juga akan memberikan bantuan konsultasi dan koordinasi terhadap dunia usaha yang mendapatkan kriminalisasi. Sehingga bisa mewujudkan iklim investasi yang sehat dan kondusif, agar para investor yang berinvestasi di Indonesia bisa semakin banyak. Sehingga, pada akhirnya bisa membuka banyak lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memulihkan perekonomian nasional,” ujar Bamsoet usai bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (24/2/22).
Dalam pertemuan itu Bamsoet didampingi Sekretaris Kepala Badan Junaidi Elvis, Wakil Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum Reginald FM Engelen, Kepala Hubungan Kadin dengan Kejaksaan/Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, anggota Hubungan Kadin dengan Kejaksaan Berry Barita Purba , Suprianus Kondolia, dan Ronny Sapulette.
Bamsoet menjelaskan, Kadin juga mendukung langkah Kejaksaan Agung dibawah pimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin menegakan restorative justice (keadilan restoratif) dalam upaya penyelesaian perkara diluar jalur peradilan. Bahkan, restorative justice kini telah menjadi brand kejaksaan, yang mengacu pada Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020. Sambutan dari masyarakat terhadap pelaksanaan keadilan restoratif ini juga sangat positif.
“Dalam menjalankan keadilan restoratif, penyelesaian perkara tindak pidana tetap melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Sudah 300 lebih perkara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif, antara lain pencemaran nama baik Bupati Kepulauan Sangihe, perkara penadahan, pencurian, penganiayaan, hingga perkara pelanggaran Lalu Lintas Angkutan Jalan,” jelas Bamsoet.
Dia menerangkan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, cepat sederhana dan biaya ringan. Penerapannya mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan (Tipiring) tanpa ke meja hijau/pengadilan. Sehingga bisa meminimalisir over capacity Lapas yang selama ini menjadi momok bagi Lapas di Indonesia.
“Tidak semua perkara bisa diselesaikan melalui keadilan restoratif. Syarat seseorang bisa mendapatkan keadilan restoratif antara lain, tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan, Kerugian di bawah Rp 2,5 juta, serta adanya kesepakatan antara pelaku dan korban,” pungkas Bamsoet.
Anggota Hubungan Kadin dengan Kejaksaan, yang juga Ketua Umum Forum Peduli Demokrasi Humbang Hasundutan, (FPDHH), Berry Barita Purba mengatakan pihaknya akan secepatnya bergerak untuk memberikan edukasi kepada asosiasi usaha yang berada di bawah naungan Kadin di berbagai daerah terkait pelaksanaan Omnibus Law UU. No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (J05)












