Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Kaitkan Program Biodiesel B30 Dengan Kelangkaan Minyak Goreng, Lamhot Sinaga: Ngawur Itu Lutfi

Kecil Besar
14px

JAKARTA ( Waspada): Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Lamhot Sinaga menyayangkan pernyataan Menteri Perdagangan yang menyalahkan program biodiesel yang dicanangkan Presiden Jokowi penyebab harga minyak goreng tinggi dan kelangkaan persediaan di masyarakat.

“Ngawur itu Lutfi. Kita semua tahu bahwa kebijakan program biodiesel B30 pemerintah tidak ada hubungannya dengan kelangkaan minyak goreng,” tukas Lamhot dalam relisnya yang diterima, Senin (7/2/2022) di Jakarta.

Waki rakyat dari daerah pemilihan Sumatra Utara II ini menjelaskan bahwa sejak dicanangkannya program biodiesel, perhitungan penggunaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sudah diperhitungkan dengan matang dan salah satu tujuan program ini adalah untuk menstabilkan harga CPO di level petani kelapa sawit.

Berdasarkan tautan Kementerian ESDM, biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin atau motor diesel berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi atau transesterifikasi. Untuk saat ini, di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari CPO. Selain dari CPO, tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, kemiri sunan, jarak pagar, kemiri cina, nyamplung dan lain-lain.

Pengakuan Menteri Perdagangan, M Luthfi bahwa meroketnya harga minyak goreng di pasaran sebagai akibat kesalahan Pemerintah sendiri telah mengagetkan banyak pihak. Pemerintah diwakili Menteri Perdaganan M Luthfi di depan DPR Komisi VI pada akhir Januari kemarin, mengakui bahwa harga minyak goreng yang tidak wajar saat ini akibat ulah Pemerintah sendiri yaitu menjalankan program B30.

“Pernyataan itu seperti menampar muka Presiden. Menteri Perdagangan harus diberi teguran keras. Dia sudah membuat malu Presiden,” kata Lambot.

Politisi Golkar ini menjelaskan bahwa kebijakan biofuel sama sekali tidak mengganggu persediaan bahan baku CPO untuk minyak goreng. Menurutnya, penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter.

“Sudah ada jatah pembagian masing-masing dan tidak saling mengganggu,” tandasnya sembari menjelaskan bahwa faktor utama terletak pada tingginya harga bahan baku sawit serta disinyalir adanya ketidakbecusan dalam hal distribusi.

“Operasi pasar tidak akan efektif kalau tidak diikuti oleh pengawasan distribusi yang ketat. Dan ini yang terjadi,” tukas Lamhot Sinaga. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE