JAKARTA (Waspada): Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta menyatakan optimistis pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dalam satu putaran kalau kerja lebih keras.
“Saya percaya bahwa semua kandidat pasangan capres-cawapres sekarang memasang target menang satu putaran atau paling tidak masuk ke putaran kedua,” kata Anis Matta dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Anis Matta menegaskan, bahwa dengan menetapkan target yang besar, maka akan memotivasi semangat kuntuk memenangkan pertarungan di Pilpres 2024.
“Sementara kalau kita bekerja bukan dengan target besar, biasanya adrenalin kita tidak keluar. Kita biasanya, biasa -biasa saja, dan semangat kita juga tidak kuat dalam memenangkan pertarungan,” ujarnya.
Menurut Anis Matta, target menang satu putaran ini menjadi obsesi semua kandidat, bukan hanya pasangan Prabowo-Gibran, tapi juga pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
“Jadi obsesi itu sebagai bentuk motivasi diri kita sendiri untuk bekerja lebih keras lagi dalam menjemput takdir ini, karena nama Presiden dan Wakil Presiden Indonesia itu sudah ada catatannya di Lauhul Mahfudz,” tambahnya.
Anis Matta mengatakan, semua pihak saat ini menginginkan agar pelaksanaan Pilpres 2024 dilakukan dalam satu putaran, karena ingin ada penghematan anggaran negara.
“Cost penghematannya bisa sampai Rp 17 triliun. Jadi itu, bukan angka yang kecil dari sisi anggaran, bisa digunakan untuk mengatasi kemiskinan, misalnya untuk BLT,” katanya.
Selain itu, ia juga yakin KPU (Komisi Pemilihan Umum) akan berpikir bahwa pekerjaanya akan cepat selesai dengan Pilpres hanya satu putaran.
“Saya kira tiga kandidat juga punya harapan seperti itu, karena kalau berlanjut dua putaran secara finansial pasti berdarah-darah,” tukasnya.
Selain mahal dari sisi biaya, , Pilpres dua putaran juga sangat melelahkan secara mental, belum lagi nanti ada tudingan bahwa Pilpres 2024 tidak demokratis.
“Pilpres dua putaran ini akan membawa persoalan bagi keuangan negara, keuangan kandidat dan keuangan donator,” tandasnya.
Lalu, ada pengalaman di Pilpres 2009, dimana ketika itu ada tiga pasangan kandidat capres-cawapres, tapi tetap bisa dilakukan dalam satu putaran.
“Dan waktu itu yang memenangkan adalah pasangan Pak SBY-JK (Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla),” ungkapya.
Ia mengakui memang bukan pekerjaan mudah untuk memenangkan Pilpres dalam satu putaran, karena kandidat tersebut, harus memenangkan suara 50 persen plus satu.
“Ada pengalaman juga dengan dua kandidat seperti pada Pilpres 2014 dan 2019, berakhirnya di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga secara tempo waktu panjang juga jadinya,” ujarnya.
Namun, obsesi untuk memenangi Pilpres satu putaran ini, kata Anis Matta, tidak boleh ditafsirkan sebagai bentuk keangkuhan, kesombongan atau jumawa.
Melainkan hanya sekedar untuk memotivasi diri sendiri untuk memenangi pertarungan, meski hal itu belum tentu terjadi.
“Kalau kita melihat secara umum hasil survei-survei sebagai instrumen ilmiah untuk membaca fakta-fakta atau realita di lapangan, maka kita harus pintar-pintar membacanya,” katanya. (J05)