Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Kemenko PMK Gandeng PAPPSI Inisiasi Revitalisasi Dan Digitalisasi Aksara Angkola/Mandailing

Rudy Hermanto Harahap Bergelar Tuongku Mangaraja Bintang Di Angkola Dukung Pelestarian Aksara Angkola/Mandailing

Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bekerjasama dengan Parsadaan Alumni Pelajar Padangsidimpuan dan Sekitarnya (PAPPSI) menginisiasi revitalisasi sekaligus digitalisasi Aksara Angkola/Mandailing.

“Poin penting dalam gagasan ini adalah untuk melestarikan Aksara Angkola/Mandailing yang dikhawatirkan bakal punah ditelan zaman,” ujar Nelwan Harahap, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana Kemenko PMK tersebut, dalam rapat Pemetaan Awal Status Aksara Batak Angkola yang digelar secara daring, Kamis (26/10).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kemenko PMK Gandeng PAPPSI Inisiasi Revitalisasi Dan Digitalisasi Aksara Angkola/Mandailing

IKLAN

Menurut Nelwan Harahap, gagasan untuk digitalisasi aksara Angkola/Mandailing ini merupakan rangkaian kegiatan Aksi Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) berupa Penanaman 10 Juta Pohon di Wilayah Tapanuli Bagian Selatan, meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten Mandailing Natal, yang juga dilaksanakan bersama PAPPSI.

Ia menjelaskan, melalui kerjasama antara Kemenko PMK dan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), telah berhasil mendorong terbitnya SNI Aksara Jawa, Sunda, Bali, Kawi, dan Pegon.

Saat ini sedang dibuat manual book pemanfaatan SNI dimaksud untuk diterapkan dalam perangkat digital yang digunakan di Indonesia.

“Tentu kita berharap, hal yang sama dapat kita lakukan dengan Aksara Angkola/Mandailing,” ujar Nelwan Harahap.

Thomson Sibarani, pemerhati dan pelestari bahasa Batak yang menjadi nara sumber, menyambut baik rencana revitalisasi dan digitalisasi Aksara Batak.

“Namun ini bukan pekara mudah. Kita masih perlu melakukan kajian bersama untuk menyelaraskan beberapa perbedaan antara aksara Batak pada sub etnik yang satu dengan yang lain,” katanya.

Sebagai contoh, Aksara Angkola/Mandailing terdiri dari 21 huruf (ina/induk surat) sementara Surat Batak terdiri dari 19 huruf dan sub etnik lain ada yang 20 huruf.

Pada bagian lain, anak ni surat (semacam tanda baca) terdiri dari 6, namun satu sama lain ada variasi penulisan.

“Oleh karenanya, harus ada kesepahaman jika penulisannya akan didigitalisasi,” katanya.

Pergeseran

Kepala Divis Komunikasi Publik Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Nelson Lumbantoruan mengatakan bahwa perbedaan itu mungkin terjadi, karena ada pergeseran dari perjalanan aksara itu sendiri.

“Berdasarkan sejarah, aksara Batak itu berasal dari Tapanuli Selatan baru kemudian bergerak ke Tapanuli Utara,” katanya.

Menanggapi rencana digitalisasi, pada prinsipnya ia setuju namun perlu dilakukan diskusi lanjutan guna menyamakan persepsi antar sub-etnik pemilik aksara.

“Apalagi saat ini sudah ada Aksara Batak yang didaftarkan ke Unesco. Jangan sampai nanti akibat ada perbedaan-perbedaan malah memperlambat proses pengakuan Aksara Batak ini,” katanya.

Sebaliknya, Wakil Ketua Umum PAPPSI, Sibatangkayu Harahap, justru berpendapat tidak perlu ada penyatuan atau penyeragaman aksara di antara sub-etnik Batak.

“Perbedaan itu justru merupakan sebuah kekayaan budaya, jadi tak perlu diseragamkan,” katanya.

Namun demikian, ia sangat mengapresiasi rencana revitalisiasi dan digitalisasi Aksara Angkola/Mandailing, agar lebih mudah memasyarakatkannya kepada generasi milenial yang sudah melupakan aksara nenek moyangnya tersebut.

Tidak Mudah

Sementara Tri Haryanto dari Kemenko PMK mengatakan, memang tidak mudah untuk menyatukan perbedaan antara dua sub-etnik dalam hal digitalisasi aksara ini.

“Di Sulawesi, sampai saat ini belum bisa difinalisasi akibat adanya perbedaan itu. Padahal, bedanya hanya sedikit,” katanya.

Tentu hal semacam ini, kata Tri, diharapkan tidak terjadi dalam upaya revitalisasi dan digitalisasi aksara Angkola/Mandailing.
Ketua Yayasan Al Hijrah, Ustadz Azam Marpaung juga sangat mendukung gagasan dari Kemenko PMK tersebut.

“Sudah saatnya aksara Angkola kembali menjadi muatan lokal bagi para pelajar di Tapanuli Bagian Selatan. Kita harus dukung program ini,” katanya.

Hadir dalam pertemuan online ini Nu Mehamat selaku tenaga ahli aksara dan penerjemah naskah kuno Batak di Museum Negeri Sumatera Utara, antara lain pegiat dan pemerhati Aksara Batak, serta akademisi program studi sastra batak pada universitas Sumatera Utara, perwakilan dari pemerintah Provinsi Sumataera Utara, perwakilan dari Pemda Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara serta beberapa pejabat dari Kemenko PMK tentunya.

Dukung

Sementara itu, anggota DPRD Sumut Rudy Hermanto Harahap Bergelar Tuongku Mangaraja Bintang Di Angkola (foto) mendukung inisiasi revitalisasi sekaligus digitalisasi Aksara Angkola/Mandailing, yang dilakukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bekerjasama dengan Parsadaan Alumni Pelajar Padangsidimpuan dan Sekitarnya (PAPPSI).

“Inisiasi ini diharapkan dapat melestarikan Aksara Angkola/Mandailing yang kini mulai punah,” kata Rudy.

Rudy menambahkan pihaknya juga mendukung terlaksananya berbagai kegiatan dan program yang akan dijalankan nantinya. “Diharapkan bisa segera terealisasi,” pungkasnya. (cpb)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE