JAKARTA (Waspada): Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 12% tahun 2025, nantnya tetap akan mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat.
“Nah, kalau itu nanti kita lihat kemampuan ekonomi dalam negeri,” ujarnya usai merayakan HUT ke-58 Kemenko Perekonomian, Kamis (25/7/2024).
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso menambahkan, pihaknya belum mengetahui apakah pemerintah selanjutnya (Prabowo-Gibran) akan menerapkan tarif PPN 12% atau tidak pada tahun 2025
Munculnya rencana penerapan PPN 12% berawal dari keinginan pemerintah saat ini membuat beberapa asumsi yang menjadi dasar target penerimaan pajak tahun depan, termasuk soal kenaikan tariif PPN menjadi 12%, yang tersirat dalam target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Semua asumsi diantisipasi apapun sudah dijadikan dasar dalam membuat postur [APBN]. Jadi sebenarnya memang sudah dihitung semua,” tuturnya.
Dalam menghitung postur APBN, termasuk di dalamnya penerimaan dari pajak, Susi menekankan pemerintah telah membuat rentang penerimaan.
Melihat postur terakhir yang telah disepakati pemerintah bersama DPR, pendapatan negara pada tahun pertama pemerintahan Prabowo ditargetkan sebesar 12,3% hingga 12,36% dari produk domestik bruto (PDB).
Dia menilai dengan masuknya Tim Gugus Sinkronisasi Prabowo – Gibran, yakni Thomas Djiwandono yang menjadi Wakil Menteri Keuangan II, pastinya mendiskusikan hal tersebut agar proses transisi berjalan mulus.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku masih menunggu keputusan pemerintahan petahana maupun pemerintah presiden terpilih Prabowo Subianto, terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 2025.
Meski demikian, masih belum ada pengumuman terkait naik atau tidaknya tarif tersebut hingga menjelang pembacaan Nota Keuangan dan RAPBN 2025 yang kurang dari satu bulan lagi.
Developer Cemas
Sebelumnya, rencana pemerintah yang akan menerapkan PPN sebesar 12% pada tahun depan, bikin developers yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) merasa cemas.
“Jika benar-benar diterapkan bisa menyulitkan penjualan rumah. Kita berharap pajak 12% itu jangan sampai dijalankan,” ungkap Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah, saat ditemui di sela-sela agenda Rakernas Apersi, di kutip Rabu (24/7/2024).
Tapi, lanjutnya, bila kebijakan PPN 12% tetap diimplementasikan, maka pemerintah perlu untuk menyiapkan stimulus agar pasar properti dapat terus bergeliat.
Misalnya, kata Junaidi, pemerintah dapat memperpanjang pemberian insentif bebas pajak atau Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDP).
“Andai kata tetap di 12%, tentulah pemerintah harus memikirkan stimulusnya. Stimulusnya, mungkin tadi diskon dulu sampai kondisi ekonomi mengalami perbaikan. Kita melihat situasi dan kondisinya, maunya kita PPNDP tetap ada,” imbuhnya. (J03).