JAKARTA (Waspada): Lembaga Takmir Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTMPBNU) siap mengerahkan segala daya upaya untuk menyukseskan program ‘Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif’ yang digagas bersama dengan Kementerian Agama (Kemenag).
“Program Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif’ adalah kerja sama antara Kementerian Agama dengan LTM PBNU. Tujuannya merombak wajah masjid di seluruh Indonesia agar lebih ramah difabel dan lansia, sekaligus memperkuat posisi masjid sebagai pusat peradaban yang moderat dan solutif,” ujar Ketua Lembaga Takmir Masjid Pengurus Besar Nahdlatur Ulama (LTMPBNU), KH Mokhamad Mahdum atau akrab disapa Haji Mo, saat pembukaan kegiatan kick‑off program kolaboratif ‘Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif’ di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Masjid (Simas) Kementerian Agama mencatat ada 663.729 masjid dan musala pada tahun 2024. Semuanya tersebar dari Aceh sampai Papua.
Program 1.000 masjid inklusif ini rencananya selesai dalam tempo 18 bulan ke depan. Setiap masjid sasaran akan melalui proses audit aksesibilitas, pendampingan arsitektur aksesibel, dan pelatihan pengelola demi konsistensi dan keberlanjutan.
“Harapannya, masjid yang dihasilkan bukan saja mudah dijangkau oleh lansia dan difabel, tetapi juga berfungsi penuh sebagai pusat peradaban lokal dan tempat belajar, berjejaring, dan memupuk harmoni sosial,” ujar Haji Mo.
Ditambahkan Haji Mo, dalam aksinya, Kemenag dan LTMPBNU membangun fondasi dua inisiatif utama. Pertama, revitalisasi majelis taklim melalui Ngaji Fasholatan, agar kegiatan pembelajaran agama lebih inklusif dan nyaman bagi lansia serta difabel. Kedua, pengadaan fasilitas pendukung akses seperti jalur landai, kursi roda, pegangan tangan, dan pencahayaan ramah lansia, khususnya pada target 1.000 masjid.
Haji Mo lantas menggarisbawahi pentingnya program Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif ini dijalankan. Sebab menurut dia, makna masjid ternyata jauh lebih dalam dari sekadar tempat ibadah. Masjid adalah ruang pendidikan, pusat pelayanan sosial, dan ruang sosiokultural bagi seluruh warga.
“Bukan hanya tempat salat, masjid juga berperan sebagai pusat peradaban. Di masjid, kita bisa menyekolahkan anak, bisa terima tamu, berdiskusi, berkegiatan ekonomi kerakyatan dan hal positif lainnya,” ujar
Diakui KH Mokhamad Mahdum yang akrab disapa Haji Mo, sampai saat ini masih banyak masjid yang belum ramah lanjut usia, difabel bahkan wanita dan anak. Dia menyebut, ada sejumlah sarana yang tidak banyak ditemui di banyak masjid di Indonesia. Seperti bangku bagi lanjut usia yang membutuhkan untuk salat, tangga bagi pengguna kursi roda menuju lantai dua atau tempat bermain dan pojok baca bagi anak-anak yang datang ke masjid.
“Hal-hal sederhana dan konkret seperti ini mau kita wujudkan pelan-pelan dan bersama. Kita mengajak masyarakat dan pengelola masjid untuk mengubah paradigma atau mindset, supaya makin banyak masjid bernuansa inklusif,” ujar Haji Mo.
Di sisi lain, ‘Bangun Masjid Peradaban’, ditambahkan Haji Mo, bukan sekadar jargon. Hal ini merupakan manifesto inklusif nyata, yang menegaskan masjid sebagai fondasi peradaban sosial dan spiritual.
“Semoga langkah konkret ini jadi momentum menguatkan wajah Islam Indonesia yang moderat, inklusif, dan berdaya guna untuk seluruh umat,” pungkas Haji Mo.
Kegiatan Kick‑Off dibuka langsung oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rohkmad. Hadir sedikitnya 500 peserta yang terdiri dari pengurus masjid dan pejabat Kemenag.
Dalam pidato pembukaan, Dirjen Bimas Islam Kemenag Abu Rohkmad menyampaikan bahwa dukungan negara tidak hanya berhenti pada fasilitas fisik, melainkan juga pelatihan manajemen masjid dan akses pendanaan lewat anggaran APBN, dana desa, serta skema CSR.