JAKARTA (Waspada.id) : Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan bukan lagi sebatas agenda legislasi, tetapi menjadi kebutuhan strategis negara kepulauan terbesar di dunia.
“Indonesia tidak boleh terus berpikir daratan di atas fakta sebagai negara kepulauan, dimana keadilan fiskal juga harus berlayar hingga ke pulau-pulau terjauh,” ujar Sultan usai Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) DPD RI yang digelar di Gedung Nusantara V, Senayan Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Rakornas tersebut melibatkan Pimpinan DPR RI, Pemerintah pusat, gubernur, bupati dan walikota dari wilayah kepulauan, serta akademisi dan pemangku kepentingan terkait.
Ia menekankan ketimpangan fiskal dan layanan dasar di wilayah kepulauan yang selama ini tidak terakomodasi dalam formula pembangunan nasional.
“DAU (Dana Alokasi Umum) kita masih berbasis daratan. Padahal provinsi kepulauan harus mengelola wilayah yang jauh lebih luas, dengan biaya logistik yang tinggi dan keterbatasan transportasi. Ketimpangan ini bukan angka di kertas, tapi kenyataan sehari-hari rakyat di pulau kecil,” jelasnya.
Sultan juga menyampaikan apresiasi kepada DPR RI dan Pemerintah atas langkah cepat mengakomodasi RUU Daerah Kepulauan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional), Prioritas 2025.
“Ini bukti bahwa relasi antarlembaga negara bergerak dalam semangat kebangsaan dan tanggung jawab bersama kepada daerah,” tambahnya.
Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas menambahkan bahwa perjuangan menghadirkan payung hukum khusus bagi daerah kepulauan telah berlangsung sejak awal berdirinya DPD RI.
“Hari ini adalah hari bersejarah. Kita mengonsolidasikan kekuatan politik agar RUU ini segera dibahas. Tanpa lex specialis, daerah kepulauan akan terus tertinggal dari sisi konektivitas, pelayanan publik, dan keadilan fiskal,” ujar Hemas.
Ia menyoroti tingginya biaya logistik, keterbatasan layanan kesehatan dan pendidikan, hingga ketergantungan pada transportasi laut yang belum dianggap sebagai kewajiban pelayanan publik negara.
“Bagaimana kita bicara smart nation jika masih banyak pulau menjadi blank spot telekomunikasi?” tegasnya.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan apresiasi atas Rakornas RUU Daerah Kepulauan yang menjadi Prolegnas 2025, yang di inisiasi oleh DPD RI.
“Saya mengapresiasi Rakornas RUU Daerah Kepulauan karena hal ini bukan hanya pertemuan teknis tapi juga merupakan ruang sejarah dimana kita mencoba menghubungkan pengakuan kostitusional daerah kepulauan, yang terpencil dan tertinggal dari daerah lain,” tegasnya.
Yusril menambahkan, dirinya berkepentingan untuk mengawal kebijakan hukum nasional yang selaras dengan arah pembangunan nasional asta cita, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta aspirasi daerah.
Dirinya menegaskan komitmen bangsa bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dan negara tidak akan meninggalkan jutaan penduduk daerah kepulauan dengan alasan geografis semata.
“Saya berharap sesuai asta cita Presiden RI, RUU Daerah Kepulauan dapat mewujudkan Indonesia bersatu berdaulat dan berkelanjutan. Yang akan berdampak pada penurunan kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi tinggi,” jelasnya.
Yusril juga menegaskan bahwa UU Daerah Kepulauan harus bisa menjadi kepastian dan menyederhanakan regulasi.
“Pembentukan RUU Daerah Kepulauan bukan agenda sektoral, tapi bagian besar dari Indonesia emas 2045, sehingga visi negara kepulauan bukan hanya wacana tapi turun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pelayanan publik di daerah kepulauan,” tutupnya.
Dikesempatan yang sama Wakil Ketua Panitia Perancang Undang- Undang (PPUU) DPD RI R Graal Taliawo mengatakan bahwa DPD dan DPR RI terus berjuang bersama untuk memperjuangkan hak daerah-daerah kepualauan di Indonesia.
“RUU Daerah kepulauan sudah berumur 18 tahun, sejak tahun 2007, dan masuk ke Prolegnas tahun 2025. Hal ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah bagi negara untuk memenuhi kepentingan daerah – daerah kepulauan. DPD dan DPR mempunyai kepentingan yang sama untuk tetap berjuang dan memberikan solusi untuk daerah kepualauan, dimana karakteristik wilayah yang 60 persen lautan akan mengalami masalah pelayanan publik yang kurang terjangkau, dekat dan mudah, hal serupa juga terjadi pada bidang kesehatan dan pendidikan masih terbatas untuk dipenuhi,” jelas Senator dari Maluku Utara ini.
Rakornas ini juga dihadiri narasumber Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan, sejumlah gubernur kepulauan termasuk Gubernur Maluku, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau, NTB, dan Maluku Utara, serta para bupati/wali kota dari daerah kepulauan.
DPD RI menegaskan bahwa RUU Daerah Kepulauan membawa tiga koreksi kebijakan utama: keadilan fiskal berbasis biaya kewilayahan, penguatan kewenangan pengelolaan laut, dan konektivitas antarpulau sebagai kewajiban negara.
“RUU ini adalah kompas menuju Indonesia Sentris yang adil dan berkelanjutan,” ujar Sultan.
DPD RI berharap Rakornas melahirkan rekomendasi konkret untuk percepatan pembahasan RUU di DPR RI.
“Kami sedang menuliskan bab baru sejarah pembangunan Indonesia, di mana wilayah kepulauan bukan lagi pinggiran, tetapi pusat masa depan bangsa,” tutup GKR Hemas. (rel/id10) .












