JAKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati kecewa dan menyatakan sedih sekali dan menyesalkan hilangnya mandatory spending dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan karena Kementerian Keuangan belum menyetujui pasal mandatory spending masuk dalam RUU tersebut. Dari 9 fraksi, 5 fraksi tetap menginginkan adanya mandatori spending karena ini sangat penting apalagi untuk menghadapi kejadian luar biasa dan wabah.
“Saya sangat kecewa dan sedih sekali. Dari sisi titik temu samapi selesai pembicaraan Tingkat I tidak ada mandatory spending. Bagaimana mungkin Omnibuslaw Kesehatan tidak ada mandatory spending. Yang kita harapkan ada jaminan ketersediaan anggaran. Ini membuat pembahasann itu menjadi hambar. Saya kira dari Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan,”ungkap Mufida dalam diskusi Forum Legislasi ‘Menakar Efektivitas RUU Kesehatan Mengendalikan Wabah Penyakit Menular’ di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (4/7).
Mandatory spending jaminan anggaran yang diatur negara dalam Undang-Undang. Tujuan mandatory spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.
Mandatory spending menurut Mufida merupakan amanat dari badan kesehatan dunia (WHO). “Ini amanat dari WHO. Afrika saja berani sekian persen jaminan ketersediaan pendanaan kesehatan. Tetapi kita Mandatory spending dihapus. Kita berharap DPR RI bisa meminta kepada Menkeu mumpung UUnya belum diketok (belum disahkan),”ujarnya.
Dalam RUU Omnibuslaw Kesehatan ada klausul hak kewajiban dan larangan selama masa pandemi ataupun selama terjadinya wabah dan kejadian luar biasa. Beberapa pasal yang kita coba masukkan di dalam RUU itu, tapi memang dari semua ini yang sangat kami sesalkan khususnya dari Fraksi PKS itu sangat menyesalkan itu adalah hilangnya mandatory spending, karena di dalam situasi wabah diperlukan anggaran. Seperti Pandemi Covid 19 kita harus membutuhkan biaya yang sangat besar, anggaran yang sangat besar. Bahkan anggaran kesehatannya tidak hanya di kementerian kesehatan karena ditangani oleh satgas. Pada saat wabah pandemi ada anggaran yang didistribusikan untuk penanganan pandemi di kementerian yang lain ataupun badan yang lain dan di satgas itu sendiri.
“Jadi ketika jaminan anggaran ini dihapuskan itu menjadi kekhawatiran buat kami. Jangankan untuk mengantisipasi ketika terjadinya wabah, untuk yang kebutuhan sehari-hari dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ataupun mewujudkan pelayanan kesehatan di negara kita butuh anggaran besar,”kata Mufida.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid dalam hal itu menyatakan, komitmen pemerintah jelas untuk bisa mengeluarkan anggaran kesehatan. Alokasi anggaran tersedia untuk mendukung rencaba induk pembangunan kesehatan yang jelas dan butuhkan anggaran yang jelas. Penyusunan anggaran sesuai alokasi penggunaan anggaran. “Dalam rencana induk pembangunan kesehatan, Kemenkes mendukung ketersediaan anggaran sampai ke daerah, sehingga tercapai fasilitas kesehatan.
Terkait dengan adanya pasal kewajiban, menurut Nadia, kita harus berperan dalam upaya penanganan wabah atau kejadian luar biasa. Walaupun di sana dijamin haknya untuk orang yang kemudian menderita penyakit ataupun membutuhkan layanan kesehatan, tapi kewajiban itu termasuk berperan aktif dalam upaya memutuskan rantai penularan, termasuk misalnya tidak boleh menolak, intervensi ataupun penanganan yang harus dilakukan sebagai bagian dari partisipasi masyarakat kita bersama-sama dalam penanganan wabah tersebut.(j04)