BANDUNG (Waspada.id):Sesi paralel bertema Revitalisasi Industri Maritim Indonesia dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 menjadi ajang penting mempertemukan akademisi, pelaku industri, dan pemerintah.
Berlangsung di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (9/8/2025), forum ini membahas potensi, peluang, hingga tantangan sektor maritim nasional demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sjarief Widjaja dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) membuka diskusi dengan paparan tentang posisi strategis Indonesia, potensi ekonomi maritim, serta rekomendasi kebijakan untuk menguatkan kawasan industri maritim.
“Harapan kami bukan sekadar menghasilkan research output, tapi product output yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya,
Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO), Anita Pudji Utami, menguraikan kondisi industri perkapalan dalam negeri, mulai dari galangan kapal, industri penunjang, biro klasifikasi, hingga jasa konsultan. Ia menekankan pentingnya dukungan nyata dari pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian, bagi keberlanjutan industri maritim.
Perwakilan Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian, Sungkono, memaparkan perkembangan regulasi yang menjadi salah satu enabler dalam revitalisasi sektor ini.
Sementara itu, Adi Novitarini Putri dari ITS memperkenalkan teknologi automated sandblasting and painting system untuk melindungi pekerja galangan kapal dari paparan debu silika yang berbahaya bagi kesehatan.
Dalam sesi tanya jawab yang dipandu Nining S. Ningsih, peserta mengerucutkan diskusi pada isu-isu strategis seperti galangan kapal, logistik laut, teknologi, infrastruktur, dan peningkatan daya saing. Muhammad Arif Budiyanto dari Universitas Indonesia (UI) menyoroti kondisi galangan kapal di Indonesia, sedangkan Fredhi Agung Prasetyo dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) menekankan perlunya strategi agar pemilik kapal tidak beralih ke produk luar negeri.
“Industri maritim sebaiknya mengarah ke konsep ramah lingkungan, baik dari proses, desain kapal, maupun ekosistem industrinya,” kata Fredhi.
Dari sisi industri, Diana Rosa mewakili PT PAL Indonesia memaparkan tantangan dan peluang di sektor perkapalan.
Forum ditutup dengan penegasan bahwa penguatan industri maritim, terutama perkapalan dan sektor penunjang, hanya dapat tercapai melalui kolaborasi erat antara akademisi, industri, dan pemerintah—sebagai kunci meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.


















