JAKARTA (Waspada): Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, mengatakan, untuk mendukung program 3 juta rumah lahan sitaan dari koruptor akan digunakan, khususnya bagi rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Program 3 Juta Rumah membutuhkan ketersediaan lahan yang memadai. Hal ini menyikapi minimnya alokasi anggaran Kementerian PKP pada tahun 2025 mendatang, maka berbagai alternatif harus dipikirkan.
“Saya sudah ketemu Jaksa Agung, paling gak tiga kali. Ada lahan 1.000 hektar di Banten, lahan dari koruptor. Jadi saya punya tema, ‘Lahan Koruptor Buat Rakyat’,” ujar Menteri PKP dalam Rapat bersama Komite II DPD RI, beberapa waktu lalu.
Pria yang akrab disapa Ara itu mengaku, mewujudkan konsep tersebut bukanlah hal mudah karena banyak regulasi yang harus dilalui.
“Apakah itu mudah? Tidak. Dari situ (hasil sitaan-Red) mesti masuk ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), kemudian masuk lagi ke Bank Tanah. Saya mesti berjuang lagi dari situ bisa gak masuk kepada individu,” terangnya.
Penerima lahan tersebut juga harus masuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Misalnya para PNS berpenghasilan rendah, guru, atau para aparat keamanan yang memiliki pangkat rendah.
“Ada juga lahan 157 hektar dari Pak Nusron (Menteri ATR/Kepala BPN) dari Mojokerto. Tanah ini merupakan tanah yang Hak Guna Usaha (HGU) sudah tidak diperpanjang lagi,” jelas Ara.
Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat saat ini terdapat lahan seluas 79.925 hektare (ha) di Indonesia yang siap digunakan untuk pembangunan program 3 juta rumah.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menjelaskan, bahwa lahan itu berasal dari tanah terlantar yang tercatat sejak 2010 hingga 2024. Lokasinya tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
“Nah ini [lahan terlantar yang dapat digunakan] untuk permukiman, kami ada 79.925 hektare se-Indonesia,” jelasnya dalam Rakernas DPP Real Estate Indonesia (REI), pekan jelasin.
Namun Nusron mengaku masih akan berkonsultasi mengkaji lahan-lahan tersebut apakah ideal untuk dibangun sebagai wilayah permukiman.
“Pasalnya, lebih dari 79.000 ha lahan itu belum dipetakan potensi ekonominya. Jadi kami masih masih memerlukan waktu untuk mematangkan kajian tersebut,” imbuhnya. (J03)