JAKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga menegaskan kawasan Danau Toba bukan sekadar situs geologi, tetapi simbol relasi manusia dengan bumi purba.
” Ketika kebakaran hutan dan perubahan iklim terus menghantam kawasan Danau Toba, itu berarti kita sedang mengabaikan warisan dunia yang telah dipercayakan kepada kita,” tegas Lamhot dalam keterangan tertulisannya, yang diterima Sabtu (19/7), di Jakarta.
Lamhot Sinaga
menyatakan keprihatinannya atas ancaman berulang terhadap warisan geologi dan ekologi kawasan Danau Toba.
Dalam pernyataannya, Wakil rakyat dari daerah pemilihan (dapil) Sumut II ini mengajak semua pihak, pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, NGO (Non-Governmental Organization) atau organisasi non-pemerintah, hingga wisatawan untuk bergandengan tangan membenahi dan membangun kembali kawasan Danau Toba secara berkelanjutan.
Lamhot Sinaga menyoroti data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sumatera Utara yang mencatat setidaknya 41 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Mei hingga pertengahan Juli 2025 di tujuh kabupaten sekitar Geopark Toba, termasuk Samosir, Toba, Karo, dan Simalungun.
Banyak dari titik api tersebut bahkan berada di zona-zona strategis geosite, bagian penting dari warisan geologi dunia yang telah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), atau
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurutnya, kebakaran yang terus berulang setiap tahun bukan lagi sekadar bencana musiman, melainkan refleksi nyata dari krisis iklim global yang kini terasa nyata di Tanah Batak.
Peningkatan suhu permukaan, perubahan pola hujan, serta vegetasi kering menjadikan kawasan ini semakin rawan terbakar.
“Perubahan iklim bukan lagi teori di ruang kelas. Ia hadir di hadapan kita. Karena itu membakar hutan, merusak tanah, memukul pariwisata, dan mengguncang penghidupan masyarakat lokal,” ujar Lamhot Sinaga.
Lebih lanjut, Lamhot yang merupakan Ketua DPP Partai Golkar ini, juga mendorong implementasi kebijakan dan aksi nyata lintas sektor yang mengintegrasikan perlindungan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan pariwisata berkelanjutan di kawasan Danau Toba.
Menurutnya, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan, mulai dari penguatan sistem peringatan dini berbasis data satelit serta pelibatan masyarakat adat sebagai penjaga lanskap.
Integrasi kearifan lokal seperti pemetaan angin dan siklus musim sangat krusial dalam mitigasi.
“Bisa juga dilakukan pengembangan paket wisata geologi rendah karbon dan pelatihan pelaku wisata sebagai duta konservasi untuk menjaga keseimbangan nilai ekonomi dan ekologi geopark,” ujarnya.
Dalam konteks itu, semua pihak juga bisa bersepakat untuk menjadikan Geopark Toba sebagai pusat literasi perubahan iklim, tempat pengunjung memperoleh pengalaman dan kesadaran tentang krisis planet yang sedang berlangsung.
Di akhir pernyataannya, Lamhot menekankan bahwa penyelamatan Danau Toba tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Ia menyerukan komitmen kolaboratif antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat lokal, dunia usaha, akademisi, dan komunitas internasional.
“Mari kita ubah krisis ini menjadi momentum untuk membenahi Danau Toba. Kita semua punya tanggung jawab menjaga warisan ini untuk generasi yang akan datang,” pungkasnya.
Lamhot menegaskan, sebagai anggota DPR dari dapil Sumatera Utara II, ia berkomitmen untuk terus memperjuangkan perlindungan Danau Toba melalui penguatan regulasi, anggaran, dan program pembangunan berbasis keberlanjutan. (J05)