JAKARTA (Waspada.id): Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Ahmad Syauqi Soeratno menegaskan perlindungan hak cipta harus berjalan beriringan dengan kepentingan masyarakat, termasuk dunia pendidikan. Menurutnya, regulasi tidak boleh menghambat kreativitas generasi muda yang menjalankan kegiatan akademik, apalagi dalam konteks non-komersial.
“ BAP DPD RI mendorong revisi Undang-Undang Hak Cipta agar lebih spesifik mengatur kegiatan yang bersifat non-komersial. Peraturan tersebut harus tetap menjamin perlindungan bagi pencipta dan pengguna, serta tidak menghambat kreativitas, khususnya di lingkungan pendidikan,” kata Ahmad Syauqi Soeratno saat rapat dengar pendapat umum secara virtual dengan Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), serta perwakilan mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) terkait implementasi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Rabu (3/9/2025).
Agenda ini merupakan tindak lanjut pengaduan dari BEM FSBK UAD terkait penarikan royalti atas penyelenggaraan acara Connectica Fest yang dinilai sebagai kegiatan akademik non-komersial.
Senator dari Provinsi DI Yogyakarta ini juga menekankan perlunya kejelasan regulasi agar tidak menimbulkan multitafsir di lapangan. Menurutnya, negara memiliki kewajiban untuk memastikan perlindungan hak masyarakat, baik sebagai pencipta maupun pengguna karya cipta, sekaligus menjaga agar aktivitas pendidikan, seni, dan kebudayaan tidak terbebani aturan yang tidak relevan.
Dalam forum tersebut, perwakilan BEM UAD melalui Amanda Shakina menjelaskan bahwa Connectica Fest merupakan bagian dari kurikulum mata kuliah event management.
“Memang benar ada tiket masuk, itu merupakan kontribusi untuk menutup biaya operasional, tidak ada satupun keuntungan yang mengalir ke individu atau organisasi,” jelasnya.
Wakil Dekan Al Islam dan Kemuhammadiyahan, Akademik, dan Kemahasiswaan Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi UAD, Dani Fadillah, pun menegaskan kegiatan tersebut murni kegiatan akademik yang didampingi pihak fakultas.
“Kami mendukung adanya royalti yang layak kepada para musisi yang memiliki karya, namun kami berharap ada pengecualian khusus bagi kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Senator dari Bengkulu, Leni Haryati John Latief menilai skema royalti perlu dikaji ulang. “Kalau konser itu mendatangkan profit, sudah ada ketentuan sebanyak dua persen dari tiket yang terjual. Tetapi ada konser yang perlu kita pilah lagi, mungkin ada konser yang sifatnya tidak komersil,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BAP DPD RI Abdul Hakim, menekankan perlunya DPD RI mengawal revisi UU Hak Cipta agar lebih adil bagi seniman maupun masyarakat.
“Kita harus dapat aktif, meminta ke Pimpinan DPD RI untuk dapat mengawal dan terlibat terkait revisi UU Hak Cipta karena ini menyangkut seniman- seniman di daerah juga,” tegasnya.
Dalam rapat ini BAP DPD RI memutuskan tiga kesimpulan; Pertama mendorong revisi UU Hak Cipta agar lebih jelas dalam mengatur kegiatan non-komersial. Kedua, mendesak pemerintah untuk melakukan kaji ulang regulasi agar tidak multitafsir, sekaligus mempercepat digitalisasi sistem hak cipta demi transparansi tata kelola. Ketiga, pemerintah bersama LMKN harus meningkatkan sosialisasi dan edukasi publik tentang hak cipta agar masyarakat memiliki pemahaman yang baik.
“BAP DPD RI akan berperan aktif dan terlibat secara intensif dalam proses revisi Undang-Undang Hak Cipta. Perlindungan hak cipta bagi para pelaku seni memang penting, tetapi penerapannya harus mempertimbangkan dampak terhadap pengguna dan masyarakat luas,” pungkas Ahmad Syauqi Soeratno. (id.10)