Nusantara

Mahfuz Sidik Usulkan Pembentukan Gugus Tugas Khusus Keamanan Informasi Pemilu

Mahfuz Sidik Usulkan Pembentukan Gugus Tugas Khusus Keamanan Informasi Pemilu
KAPOLDA Sumut, Irjen Pol Drs RZ Panca Putera Simanjuntak, MSi, mendadak turun ke Sipirok menjelang hari raya Idul Fhitri 1444 H untuk meninjau progres pembangunan Markas Komando (Mako) Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) di Desa Kilang Papan, Sipirok. Waspada/ist
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Untuk menjaga keamanan informasi proses penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dari serangan cyber, Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menginisiasi pembentukan satuan gugus tugas khusus keamanan informasi Pemilu 2024.

“Nampaknya penyelenggara pemilu dalam hal ini, KPU dan Bawaslu perlu menginisiasi terbentuknya satu gugus khusus. Gugus tugas ini tidak hanya mengantisipasi hoaks, framing ujaran kebencian, tetapi dalam pengertian yang luas, yaitu menjaga keamanan informasi pemilu,” kata Mahfuz dalam dalam diskusi ‘Dialektika Demokrasi dengan tema “Bersama Mencegah Hoaks dan Kampanye Hitam Jelang Pilpres 2024” di Media Center, Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2023) .

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut Mahfuz, gugus tugas ini nantinya bisa melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri dan pihak terkait lainnya untuk melakukan patroli cyber dalam rangka melakukan penegakkan hukum (Gakkum) terhadap disinformasi Pemilu 2024.

“Saya khawatir banyaknya hoaks-hoaks sekarang ini akan menjadi gangguan besar pada pemilu 2024. Dan yang lebih penting kita bersama punya tanggung jawab sosial memberikan literasi kepada masyarakat. Jangan sampai kita ikut membodohi masyarakat dengan disinformasi di media sosial,” katanya.

Mahfuz menegaskan, gugus tugas tersebut diperlukan, karena regulasi kita yang mengatur dunia digital saat ini sudah tertinggal 10 tahun.

“Dunia digital ini sudah berjalan di tengah-tengah kita, dan merangsek ke semua aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan politik dalam 10 tahun terakhir secara sangat progresif,” ujarnya.

Mantan Ketua Komisi I DPR ini berpandangan bahwa regulasi penyiaran Indonesia tidak mampu menjangkau penyebaran-penyebaran hoaks yang dilakukan televisi (TV) berbasis internet.

“Sekarang ini banyak TV-TV yang platformnya internet. Ketika dia menyebarkan hoaks, siapa stakholder atau pemangku kepentingan yang bisa menegakkan regulasi, apakah Dewan Pers atau KPI, kan nggak ada sekarang,” ujar Mahfuz.

Akibat regulasi penyiaran yang tertinggal 10 tahun itu, jelas Mahfuz, membuat banyaknya sampah-sampah digital, yang bisa ‘digoreng’ menjadi isu hoaks dan ujaran kebencian menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

“Ini sekarang yang menjadi rumit dan menjadi ruwet, karena memang basis regulasinya yang memang tidak lengkap,” katanya.

Dengan banyak hoaks dan ujaran kevencian bertebaran di dunia maya, menurut Mahfuz, KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara akan kesulitan untuk melaksanakan pesta demokrasi ini secara riang gembira.

“Apalagi kalau lihat diksi tentang pemilu sekarang yang telah bergeser dari pesta menjadi kompetisi atau kontestasi. Jadi dua kata diksi ini, yang selalu akrab di telinga kita saat ini” katanya.

Sehingga ketika kata diksi kompetisi dan kontestasi itu, menjadi persepsi besar tentang pemilu, maka faktor yang akan menentukan adalah seberapa kuat dan kerasnya kompetisi dan kontestasi itu, akan berlangsung di lapangan.

“Apa faktornya, menurut saya, adalah adanya power struggle (perebutan kekuasaan) yang ikut pertarungan kekuasaan di Pilpres 2024. Bobot pertarungannya akan semakin sengit, apabila dari satu kekuatan politik itu, adu power strategi. Misalnya kalau saya baca di media ada pertarungan antara Ibu Megawati dan Pak Jokowi,” katanya.

Pertarungan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo ini, katanya, merupakan satu kompetisi atau kontestasi power struggle.

“Pertarungan tersebut semakin keras dalam ruang digital, maka rasanya serangan pertarungan di dunia digital ini, menjadi tidak bisa terelakan,” ujarnya.

Karena itu, tidak mengherankan apabila ada peningkatan jumlah hoaksi selama Periode Januari 2023 hingga Oktober 2024 seperti dilaporkan Kementerian Kominfo dan Mabes Polri.

“Saya prediksi pertarungan cyber melalui hoaks, ujaran kebencian akan terjadi lompatan yang sangat tajam dalam perang di dunia digital pada bulan November ini. Saya kira disinilah pentingya kita memahami, menyadari dan memitigasi, karena apa konsekuensi, resiko atau cost yang harus kita bayar secara secara kolektif bisa seperti Pemilu 2019, yakni pembelahan sosial dan polarisasi,” katanya.

Jika melihat tren kenaikan hoaks dan ujaran kebencian saat ini, ada beberapa hal yang melatarbelakangi. Antara lain adanya pemilih di kalangan generasi Z dan milenial yang mencapai 55 persen lebih, yang sehari-hari tidak bisa lepas media sosial atau gadget.

Sementara mereka menjadi target bidikan suara dari para calon presiden, calon wakil presiden, calon legislatif dan partai politik, serta para tim sukses.

“Mereka ini akan disuguhi disinformasi melalui media sosial mengenai power struggle, pertarungan yang keras untuk menggaet pemilih yang 50% dari generasi Z dan milenial ini,” katanya.

Ia melihat penyedia jasa hoaks dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024 ini akan hidup lagi, meskipun mereka telah pecah kongsi.

Ia mengingatkan disinformasi digital saat ini telah melibatkan kemajuan kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI) seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika ada informasi tiba-tiba Presiden Jokowi mahir berbahasa Mandarin.

Artinya, penggunaan AI untuk memproduksi hoaks dan ujaran kebencian akan meningkat menjelang Pemilu 2024. Inilah yang membedakan antara Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019 lalu.

“Jadi dari sisi produk yang dihasilkan sudah menggunakan Artificial Intelligence (AI). Produknya akan banyak menggunakan produk audio visual atau video yang mulai disebarkan di media sosial untuk merangsang, mestimulasi emosional masyarakat. Kita perlu memitigasi dan mewaspadai bersama, jangan mengambil keuntungan dari situasi ini. Ingat pembelahan politik pasca Pemilu 2019, itu cost yang kita tanggung,” pungkasnya. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE