JAKARTA (Waspada): Presiden Kelima RI Prof.Dr. (H.C.) Megawati Soekarnoputri menawarkan kepada komunitas bangsa-bangsa di dunia agar memilih jalan kebudayaan untuk mengatasi kebuntuan konflik internasional.
Hal itu disampaikan Megawati dalam orasi ilmiahnya saat menerima anugerah Profesor Kehormatan dari Silk Road International University of Tourism and Cultural Heritage (IUTCH) Uzbekistan, Sabtu (21/9/2024).
Megawati juga menyontohkan prinsip Tri Hita Karana di Bali serta Mewayu Hayuning Bawono di Jawa demi menjelaskan bagaimana peradaban dunia yang maju harus memelihara bumi.
“Dalam sistem internasional, jalan kebudayaan ini penting di tengah kebuntuan hukum internasional akibat berbagai konflik geopolitik yang terjadi akhir-akhir ini,” kata Megawati dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, konflik peradaban hingga perang sering kali mematikan warisan budaya umat manusia. Karena itulah ia memanfaatkan momen pemberian gelar profesor kehormatan itu, untuk memperkuat jalan kebudayaan sebagai jembatan dialog antar bangsa.
“Jalan kebudayaan ini penuh estetika. Jalan kebudayaan ini digerakkan oleh nilai-nilai kemanusiaan, cinta kasih, dan menjadi jalan terobosan bagi terciptanya ruang dialog di dalam komunitas masyarakat, maupun dialog antar bangsa,” papar Megawati.
Ia pun mengungkapkan praktik jalan kebudayaan di Indonesia. Di Bali yang dikenal sebagai pusat wisata dunia, juga tumbuh melalui tradisi kebudayaannya. Di Bali muncul kearifan lokal (local wisdom) yang disebut “Tri Hita Karana”, adalah suatu jalan kebahagiaan yang terwujud melalui pencapaian tiga keseimbangan. Yakni manusia dengan Sang Pencipta; manusia dengan seisi alam raya; dan manusia dengan sesamanya.
“Di Bali muncul toleransi kehidupan sebagai cermin menyatunya spiritualitas keagamaan dalam kebudayaan. Penghormatannya terhadap bumi menjadikan alam dihormati sebagai satu ekosistem kehidupan,” kata Megawati.
Guna menghormati bumi yang kita huni, setiap tahun Masyarakat Bali merayakan hari Nyepi. Nyepi merupakan peringatan agama Hindu dalam tradisi Bali. Namun Nyepi juga ekspresi kebudayaan agar manusia “mengistirahatkan bumi”. Praksis keagamaannya dilakukan dengan tidak menggunakan api, tidak melakukan pekerjaan, tidak melakukan kesenangan, dan tidak bepergian selama satu hari penuh.
Tradisi yang hampir mirip juga muncul di Jawa melalui local wisdom “Memayu Hayuning Bawana”, yang artinya memperindah bumi dan alam semesta.
Kata Megawati, guna menjaga bumi ini masyarakat Jawa melakukan personifikasi bahwa ‘Bumi akan tersenyum kalau kita merawatnya. Bumi diperlakukan sebagai Ibu, dan ayah adalah angkasa’. Siapapun yang mencintai bumi, maka bumi akan berbicara dengan memberikan keselamatan kehidupan.
“Karena itulah masyarakat Jawa percaya bahwa siapapun yang mencintai bumi secara total, akan memiliki ilmu Pancasona. Ilmu Pancasona adalah ilmu keabadian sebagai karunia Tuhan apabila manusia bersikap total di dalam mencintai bumi,” beber Megawati.
Ia mengaku sengaja mengungkapkan kedua local wisdom itu sebagai contoh.
“Karena bumi yang kita huni ini sedang menderita akibat pemanasan global. Upaya mengatasi pemanasan global ini selain diatasi melalui kerja sama multilateral, juga dilakukan dengan sikap kebudayaan. Melalui pariwisata kita bisa memasukkan agenda mencintai bumi dan bagaimana edukasi memerangi dampak pemanasan global, misalnya,” urainya.
“Pariwisata dalam jalan kebudayaan harus mengedepankan kelestarian ekologi. Keseluruhan aspek pengembangan Pariwisata dalam jalan kebudayaan itulah yang juga kami temukan di Uzbekistan ini,” imbuhnya.
Megawati hadir di Samarkand untuk menerima anugerah gelar profesor kehormatan pada bidang pariwisata dan warisan budaya dari Silk Road International University of Tourism and Cultural Heritage (IUTCH).
Penganugerahan itu dilakukan di Gedung Rektorat Silk Road IUTCH di Kota Samarkand, dihadiri sivitas akademika kampus. Acara dibalut juga dengan graduation ceremony untuk mahasiswa program master. Sivitas Akademika Silk Road IUTCH dipimpin sang Rektor, Aziz Abduhakimov. Nama yang disebut terakhir adalah juga menteri pariwisata dan warisan budaya di pemerintahan Uzbekistan. (Irw)