Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Membangun Kedaulatan Negara Di Daerah Perbatasan, Infrastruktur Penyiaran Jadi Kunci

Membangun Kedaulatan Negara Di Daerah Perbatasan, Infrastruktur Penyiaran Jadi Kunci
Diskusi Dialektika Demokrasi 'Penyiaran di Daerah Perbatasan Sebagai Penjaga Kedaulatan Negara' di Ruang PPID Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7). (ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Untuk membangun kedaulatan negara di daerah perbatasan, DPR RI meyakini pembangunan infrastruktur penyiaran di daerah perbatasan menjadi faktor kunci.

Selaitu, upaya komunikasi secara intensif dan kerja sama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah juga menjadi langkah dalam memberdayakan dan makin menumbuhkan semangat nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan.

“Yang perlu kita garisbawahi di perbatasan itu jaringan kita masuk atau tidak? Kalau kita bilang untuk menjaga merekat kebangsaan tapi mereka tidak bisa menonton media dari Indonesia sama aja juga bohong,” ujar Anggota Komisi I DPR RI Hasbi Anshory dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Penyiaran di Daerah Perbatasan Sebagai Penjaga Kedaulatan Negara’ di Ruang PPID Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7).

Dalam diskusi itu para pembicara mengkhawatirkan bagaimana penduduk di wilayah perbatasan banyak mendapat asupan informasi dari siaran negara tetangga seperti Malaysia, Singapore bahkan Philipina, hal ini dikhawatirkan selain dapat menyebabkan seperti lunturnya rasa kebangsaan atau nasionalisme pada diri generasi muda atau juga sebaliknya kurangnya informasi bagi warga perbatasan akan hal-hal yang mendukung pengetahuan.

Untuk itu, Politisi Fraksi Partai NasDem ini menekankan infrastruktur penyiaran termasuk internet di daerah perbatasan itu menjadi hal penting dan strategis. Apalagi, di era teknologi digital sekarang yang hampir semua menjadi pengguna media sosial (medsos).

Bila pembangunan infrstruktur jaringan internet sebagai pendukung utama penyiaran sudah berjalan baik di daerah perbatasan, maka semua pihak baru bisa bicara ini untuk merekatkan persatuan.

“Kalau tidak masuk (jaringan internet dan medsos) ya kita jangan bicara dulu. Kita siapkan dulu para subscriber baru kita mengatakan ini bisa masuk. Kemudian tv-tv swasta dan tv-tv nasional yang diatur dalam undang-undang sebagai pemersatu,” imbuhnya.

Di forum sama, Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari menambahkan dari sisi perangkat peraturan perundangan DPR RI berupaya melakukan penguatan, pemberdayaan dan pembangunan daerah perbatasan.

“Nah problem utama sesungguhnya kalau di daerah perbatasan kita bicara penyiaran. Kita ambil Malaysia dan Singapura itu mereka sudah switch off cukup lama, dan mereka memberikan digitalisasi semua sudah berjalan. Kenapa kemudian secara analog ini harus segera berpindah karena memang ketika kita menggunakan space rumah siaran analog kita akan sangat berjam-jam. Interaksi dengan dengan sistem sosial,” sebut Kharis, panggilan Abdul Kharis Almasyhari.

Persoalan ini, menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama semua pihak terkait termasuk DPR RI.

“Karenanya DPR RI saya mendapat amanat untuk ini sebagai lembaga mengenai upaya memperkuat keterbatasan, bagaimana untuk regulasi. Misalnya keterlibatan TV swasta baru satu dilibatkan. Karena ini untuk memperkuat pesan dari lembaga penyiaran,” tegas Kharis.

Selain dua narasumber itu, diakusi juga menghadirkan Wakil Ketua KPI Pusat, Muhammad Reza dan Ketua KPID Provinsi Riau, Hisam Setiawan.(j04).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE