JAKARTA (Waspada.id) : Memperingati Hari Islam Internasional dan menyemarakkan Santri Film Festival 2025, Kementerian Kebudayaan menyelenggarakan special screening film Awal Mula Buya Hamka (Vol. 3) di studio XXI Ciputra Kuningan, Jakarta, Rabu (19/11), sebagai bentuk apresiasi dan refleksi atas nilai-nilai luhur yang diwariskan Buya Hamka.
Film ini kembali mengangkat keteladanan perjuangan, pemikiran, dan spiritualitas Buya Hamka, seorang ulama, sastrawan, dan tokoh bangsa yang warisannya terus menginspirasi lintas generasi. Melalui narasi yang kuat dan sinematografi yang menyentuh, Buya Hamka Vol. 3 menjadi ruang refleksi mengenai keikhlasan, keberanian, dan kecintaan terhadap tanah air.
Sebagai bagian dari rangkaian pemutaran khusus, film ini diharapkan dapat memberikan akses edukatif yang lebih luas kepada para pelajar dan santri di seluruh Indonesia. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pada kesempatan tersebut menyampaikan film Awal Mula Buya Hamka (Vol. 3) merupakan sebuah biopik yang beliau harapkan dapat memperoleh apresiasi besar dari masyarakat Indonesia.
Film tersebut menurutnya layak ditonton karena hampir seluruh aspek produksinya mencapai tingkat artistik yang tinggi, sekaligus menyimpan banyak pelajaran penting: sejarah, ekspresi budaya, konflik, alur cerita, hingga sisi-sisi pribadi Buya Hamka sebagai penulis yang gigih belajar.
“Kita juga disajikan perjalanan Buya Hamka mengembangkan dirinya sebagai ulama, belajar dari banyak guru, serta berbagai hal menarik yang dapat menginspirasi dan memotivasi kita. Buya Hamka adalah sosok multi-talenta: ulama, penulis, wartawan, pendidik, sekaligus sastrawan dengan karya-karya besar, termasuk Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan roman-roman lain seperti Si Sabariah,” ungkap Menbud.
Menbud menambahkan lewat film seperti ini, pesan-pesan budaya disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Menurutnya banyak ekspresi budaya yang muncul, mulai dari adat istiadat, sejarah, arsitektur rumah, keindahan visual, hingga fesyen atau pakaian tradisional.
Semua itu jelasnya, adalah ekspresi budaya penting yang dapat langsung dilihat tanpa perlu banyak penjelasan.
“Film ini juga memperlihatkan bagaimana identitas budaya yang kuat dapat berakulturasi dan bersinergi, meskipun terdiri dari beragam suku bangsa. Kita lihat Buya Hamka berada di Mekah, Jeddah, Medan, dan berbagai tempat lain, bekerja bersama orang-orang dari latar belakang berbeda. Ini menunjukkan bahwa sebagai manusia, kita harus selalu bekerja sama dan saling menolong,” ujar Fadli Zon.
Produser Falcon Pictures, Frederica, pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa film ini akan ditayangkan tahun depan. Namun saat ini menurutnya Falcon Pictures sedang bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, agar film ini dapat lebih dulu disosialisasikan dan ditonton oleh para pelajar di seluruh Indonesia, termasuk para santri. Setelah itu film ini akan dirilis secara nasional.
Turut hadir dalam screening ini antara lain Direktur Film, Musik, dan Seni, Syaifullah Agam; Sutradara, Fajar Bustomi; Penata Musik, Purwacaraka, serta kalangan santri dan juga masyarakat Muhammadiyah. Kementerian Kebudayaan menegaskan bahwa special screening ini merupakan bagian dari upaya untuk mengangkat figur-figur inspiratif dalam sejarah Islam Indonesia, sekaligus memperkuat ekosistem perfilman nasional yang berakar pada nilai budaya. Melalui tayangan ini diharapkan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran bagi masyarakat, khususnya generasi muda dan para santri.
Pemutaran terbatas ini juga menjadi bagian dari Santri Film Festival (Sanfest), yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan untuk mendorong ekspresi kreatif santri melalui medium film, menumbuhkan literasi visual dan naratif di lingkungan pesantren, dan menjembatani nilai-nilai keislaman dan kebangsaan melalui bahasa sinema yang inklusif dan transformatif.
Melalui kegiatan ini, Kementerian Kebudayaan berharap tercipta kolaborasi yang semakin kuat antara dunia perfilman, komunitas santri, dan institusi kebudayaan dalam membangun narasi kebangsaan yang inklusif dan berakar pada spiritualitas lokal. (id87)












