JAKARTA (Waspada): Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk terus meningkatkan rasio pajak daerah terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) hingga 300% atau tiga kali lipat dari angka saat ini yang hanya sebesar 1,3%.
“Target rasio dari local tax [pajak daerah] ini telah meningkat ke level 3%. Tapi kita berharap untuk mencapai 300% dari saat ini local taxing power yang baru pada level 1,3%,” ujar Sri Mulyani di Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
Menkeu menjelaskan, pemerintah pusat menargetkan rasio pajak daerah terhadap PDRB mencapai 3% atau naik sekitar 230% (2,3 kali lipat) dari angka saat ini yaitu 1,3%. Tapi, sambungnya, target tersebut masih cenderung konservatif.
“Sampai saat ini pendapatan daerah masih sangat terbatas. Dan selama ini Pemda masih sangat tergantung dengan alokasi bantuan pemerintah pusat melalui anggaran transfer daerah dari APBN,” ungkap Menkeu.
Padahal, lanjutnya, UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) telah mengamanatkan agar Pemda meningkat local taxing power alias penguatan pajak daerahnya.
“Local taxing power ini dilakukan dengan terus mengidentifikasi potensi pendapatan daerah melalui pajak daerah dan retribusi daerah, namun pada saat yang sama pemerintah daerah juga tetap menjaga iklim investasi,” kata Sri Mulyani.
Untuk mewujudkan itu, Sri Mulyani mengaku pemerintah pusat juga telah melakukan intervensi melakukan kebijakan pajak daerah seperti opsen pajak kendaraan bermotor dan biaya balik nama kendaraan bermotor. Tak hanya itu, pemerintah pusat turut melakukan intervensi melalui administrasi perpajakan.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah pusat terus mendorong agar Pemda melakukan modernisasi administrasi perpajakan dengan mengoptimalkan digitalisasi daerah.
“Digitalisasi yang dilakukan hari ini merupakan bagian untuk terus meningkatkan kemampuan dari sisi modernisasi, baik dari sisi bisnis prosesnya maupun infrastruktur administrasinya,” tuturnya.
APBN Defisit
Menkeu juga menyampaikan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Agustus 2024 mencatatkan defisit Rp153,7 triliun, atau setara 0,68% terhadap produk domestik bruto (PDB). Belanja yang semakin jumbo menjadi faktor utama defisit anggaran kian melebar.
“Defisit APBN hingga akhir Agustus Rp153,7 triliun atau 0,68% dari PDB. Masih dalam track sesuai dengan UU APBN 2024. Defisit itu melebar dari posisi bulan sebelumnya atau Juli 2024, yaitu sebesar Rp93,4 triliun atau 0,41% terhadap PDB,” terang Sri Mulyani.
Dua menuturkan bahwa penerimaan negara sepanjang Januari—Agustus 2024 mencapai Rp1.777 triliun atau setara 63,4% dari target penerimaan. Penerimaan itu tercatat turun 2,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (YoY).
Sementara itu, realisasi belanja negara pada Januari—Agustus 2024 tercatat senilai Rp1.930,7 triliun atau 58,1% dari alokasi pemerintah. Realisasi belanja tercatat melonjak 15,3% dari periode yang sama tahun sebelumnya. (J03)