Nusantara

Menteri PPPA Pastikan Perlindungan Spesifik Perempuan dan Anak di Lokasi Bencana Sumatra

Menteri PPPA Pastikan Perlindungan Spesifik Perempuan dan Anak di Lokasi Bencana Sumatra
Menteri PPPA Arifah Fauzi dalam kegiatan Media Gathering 2025 mengatakan, penanganan darurat bencana di Sumatra, Kementerian PPPA memprioritaskan kebutuhan spesifik perempuan dan anak.
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian dan pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak dalam penanganan bencana di wilayah Sumatra. Hal tersebut disampaikannya dalam acara media gathering di Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

Arifah menjelaskan, sejak pertama kali turun ke lokasi bencana pada 1 Desember 2025, Kementerian PPPA menelusuri langsung berbagai titik pengungsian, mulai dari masjid, perkantoran, hingga fasilitas umum lainnya yang dijadikan tempat berlindung warga terdampak.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Kondisi psikologis penyintas, terutama perempuan dan anak, menjadi perhatian utama. Banyak yang belum bisa menerima kenyataan bahwa rumahnya sudah tidak ada lagi. Karena itu, trauma healing langsung dilakukan sejak awal,” ujar Arifah.

Dalam penanganan darurat, Kementerian PPPA memprioritaskan kebutuhan spesifik perempuan dan anak, seperti pakaian layak, pakaian dalam, pembalut, popok bayi, hingga susu anak. Selain itu, penggalangan dana juga dilakukan untuk memperkuat dukungan logistik di lapangan.
Untuk memastikan distribusi bantuan berjalan efektif, Kementerian PPPA berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam penyediaan transportasi pengangkutan bantuan ke wilayah terdampak yang sulit dijangkau.

Arifah menyebutkan, saat ini telah tersedia data komprehensif yang terpilah berdasarkan kelompok rentan, seperti ibu hamil, lansia, anak-anak, dan perempuan. Penanganan pengungsian juga mulai menerapkan pendekatan ramah keluarga, antara lain dengan penyediaan tenda berbasis keluarga serta toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan.

“Penanganan pascabencana tidak berhenti pada bantuan materi. Kami fokus pada penguatan ekonomi perempuan, khususnya perempuan kepala keluarga yang terdampak banjir, agar mereka bisa kembali mandiri,” katanya.

Ia menekankan, perempuan memiliki risiko 14 kali lebih besar menjadi korban bencana. Faktor budaya dan keterbatasan keterampilan keselamatan, seperti berenang atau menyelamatkan diri, menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, naluri perempuan yang lebih mengutamakan keselamatan orang lain sering kali meningkatkan risiko bagi diri mereka sendiri.

“Karena itu, penguatan keluarga tangguh bencana menjadi agenda penting kami, termasuk melalui dukungan dan kolaborasi berbagai pihak, seperti organisasi masyarakat dan media massa,” ujarnya.

Arifah meyontohkan penanganan bencana di Aceh, dimana pihaknya telah melakukan koordinasi dengan berbagai mitra seperti Aisyiyah, NU, organisasi masyarakat, dan dinas terkait.

“Saat ini kebutuhan air bersih di wilayah Tamiang sudah mulai terjangkau, dan koordinasi terus kami lakukan untuk memastikan pemulihan berjalan berkelanjutan,” pungkasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Arifah juga memaparkan rangkaian peringatan Hari Ibu tahun ini yang digelar secara sederhana tanpa mengurangi makna.

Kegiatan dipusatkan di wilayah Muara Angke melalui bakti sosial berupa pemeriksaan kesehatan gratis, termasuk tes IVA, pelatihan tata rias dan make up artist, serta pelatihan pembuatan kue berbahan dasar ikan. Selain itu, upacara ziarah juga dilaksanakan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Ia turut menyinggung hasil anjangsana dengan tokoh perempuan bernama Sukesih yang menyampaikan pesan penting tentang persatuan. “Setinggi apa pun cita-cita, tanpa persatuan, perjuangan tidak akan berhasil,” ujar Arifah mengutip pesan tersebut.

Menjelang 100 tahun Kongres Perempuan Indonesia pada 2028 nanti, Kementerian PPPA bersama Kongres Wanita Indonesia (Kowani) tengah menyiapkan Musyawarah Ibu Bangsa untuk merumuskan gerakan perempuan Indonesia hingga 2045 sebagai kerangka acuan bersama.

Di sisi kebijakan, Arifah menyampaikan bahwa Peraturan Presiden Nomor 87 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ruang Digital telah terbit dan kini memasuki tahap penguatan koordinasi lintas lembaga. Selain itu, isu perubahan iklim juga menjadi fokus kerja Kementerian PPPA, salah satunya melalui pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga berbasis keluarga.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE